Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali digugat partai politik (parpol) ke "meja hijau". Kali ini giliran Partai Berkarya dan Partai Republik, yang mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berharap PN Jakpus menolak gugatan tersebut. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tentang banding KPU terhadap gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dapat menjadi yurisprudensi.
"Bahwa PN tidak berwenang mengadili sengketa pemilu karena sesuai dengan UU 7/2017 tentang Pemilu disebutkan, bahwa sengketa proses dilakukan di Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan dilakukan banding di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sedangkan sengketa hasil dilakukan di MK (Mahkamah Konstitusi)," tutur juru bicara DPP PPP, Ahmad Baidowi, dalam keterangannya, Minggu (16/4).
"Untuk itu, KPU harus mempwrkuat argumentasi dan data-data regulasi kepemiluan agar tidak kecolongan dalam proses persidangan di PN," imbuh Awiek, sapaannya.
PPP juga meminta Komisi Yudisial (KY) mengawasi perilaku majelis hakim-hakim di PN Jakpus yang menangani perkara gugatan Partai Berkarya dan Partai Republik. "Sehingga, fungsi dan keberadaan KY terasa nyata dalam konteks perbaikan sistem peradilan di Indonesia."
Di sisi lain, menurut Awiek, bertambahnya gugatan parpol di PN Jakpus dengan mengadopsi langkah Partai Prima berpotensi menyebabkan kekacauan hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum penyelanggaraan pemilu.
"Jika tidak dipatahkan di pengadilan, maka akan terjadi gunjang-ganjing persiapan pemilu," ucapnya.
Diketahui, Partai Prima mulanya menggugat KPU ke PN Jakpus lantaran gagal menjadi peserta Pemilu 2024. Dalam sidang putusan, majelis hakim mengabulkan permohonan Partai Prima bahkan memerintahkan penundaan pemilu.
KPU lantas mengajukan banding ke PT Jakarta atas vonis itu. Hasilnya, mengabulkan permohonan KPU karena menganggap PN Jakpus tidak berwenang menangani sengketa kepemiluan.