PPP-PKB di babak baru perebutan suara NU
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsulrizal bergerak cepat. Selepas perayaan hari lahir PPP di Malang, Jawa Timur, akhir Maret lalu, ia langsung bersafari politik ke sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Secara khusus, ia menyambangi kantor-kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di provinsi tersebut.
"Kami di Riau sudah merapat ke PCNU Riau. Kami awali dengan DPC-DPC kita di kabupaten kota se-Riau. Sebagian besar telah bersama-sama dengan pengurus NU setempat di berbagai macam program," kata Syamsurizal kepada Alinea.id, Selasa (7/6).
Selama ini, warga NU dikenal sebagai konstituen loyal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun, peluang PPP untuk merebut suara NU kini terbuka lebar. Indikasinya ialah kehadiran Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya sebagai tamu spesial dalam perayaan hari lahir PPP.
"Kedatangan Gus Yahya itu, bagi saya, sarat dengan dukungan. Sebab, dia (Gus Yahya) tidak merasa PKB itu satu paket dengan PBNU. Sebaliknya, PBNU juga tidak satu paket dengan PKB," kata anggota Komisi II DPR RI itu.
Belakangan, PBNU memang sedang tak mesra dengan PKB. Di ruang publik, Gus Yahya dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) kerap saling sindir. Aroma perpecahan bahkan terasa kuat saat Cak Imin mengunggah kolase foto muda-mudi mengenakan kaus bernuansa "kritik" terhadap para petinggi PBNU di Twitter @cakimiNOW pada 16 Mei lalu.
Pada kaus di foto itu tertulis, "Warga NU kultural, wajib ber-PKB. Struktural, sakarepmu!" NU kultural sebutan bagi kader NU yang tidak masuk dalam struktur kepengurusan NU. Adapun NU struktural ialah sebutan bagi jajaran pemimpin NU alias Gus Yahya dan kawan-kawan.
Dalam berbagai kesempatan, Gus Yahya sempat menyatakan bakal membawa PBNU berjarak dengan parpol. Ia menegaskan PBNU tidak boleh jadi alat partai tertentu, termasuk PKB.
Menurut Syamsurizal, kabar ketegangan hubungan antara Cak Imin dan Gus Yahya itu telah sampai ke kader-kader NU di daerah. Di daerah pemilihannya di Riau, ia menyebut ada sejumlah PCNU yang merapat ke PPP lantaran kecewa dengan kepemimpinan Cak Imin.
"Ini kesempatan. Tinggal bagaimana DPP PPP itu bersama dengan PBNU pusat itu dikuatkan dan direkatkan di daerah masing-masing. Beberapa tempat di kabupaten di provinsi Riau yang di bawah saya sudah merintis ini," kata Syamsurizal.
Wakil Sekretaris Bidang Pemenangan Pemilu (Bapilu) PPP Jawa Tengah (Jateng) Farid Masduqi mengklaim hubungan PPP dan kader NU kian mesra pada era Gus Yahya. Ia meyakini partainya bisa menggerus dominasi PKB di kalangan kaum Nahdliyin pada Pemilu 2024.
"Di Jawa Tengah sendiri, hubungan antara PPP dan PBNU atau PWNU cukup baik. Cuma memang dulu enggak sering seperti sekarang. Ya, kita merapatkan barisan, terutama di beberapa daerah," kata Farid kepada Alinea.id, Sabtu (11/6).
Pada Pemilu 2019, PKB meraup 13 kursi DPR RI dari sejumlah dapil di Jateng, sedangkan PPP hanya mampu mengantongi 4 kursi DPR. Di provinsi itu, diperkirakan ada sekitar 27 juta warga NU kultural. Mayoritas suara warga NU tersalurkan ke PKB dan PPP.
Farid mengatakan PPP akan fokus bertempur dengan PKB di sejumlah kota yang jadi kantong-kantong tradisional suara NU, semisal Rembang, Kebumen, dan Brebes. "Kemarin juga ada beberapa cabang lain yang merapatkan diri ke PCNU," kata Farid.
Jateng jadi barometer
Sumber Alinea.id di NU membenarkan hubungan petinggi NU dan PKB sedang tidak mesra. Ia menyebut hubungan PBNU dan PKB bisa kian memburuk selepas meninggalnya KH Dimyati Rois. Dimyati ialah pengasuh Pondok Pesantren Al Fadlu wal Fadhilah Jagalan di Kendal, Jateng.
"Abah Dim (Dimyati) menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro di DPP PKB, plus sebagai Mustasyar PBNU. Peran beliau selama ini menengahi kepentingan dua entitas tersebut," kata sumber Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Pada konteks perebutan suara kaum Nahdliyin, sumber Alinea.id menyebut Jateng bakal jadi barometer nasional. Kedua parpol itu, disebut dia, punya pengaruh yang kuat di kalangan warga NU kultural. "PPP pengaruh Pesantren Al-Anwar di Sarang Kabupaten Rembang, PKB pengaruh Kiai Yusuf Chudori, dan Ida Fauziyah," kata dia.
Pesantren Al-Anwar di Sarang, Rembang, didirikan ulama kharismatik almarhum KH Maimoen Zubair. Salah satu anak Mbah Moen, begitu KH Maimoen biasa disapa, Taj Yasin Maimoen, kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Taj Yasin adalah politikus PPP yang pernah jadi wakil rakyat di Provinsi Jawa Tengah maupun di Senayan, Jakarta.
Yusuf Chudori yang dimaksud sang sumber punya pengaruh kuat di akar rumput ialah Ketua DPW PKB Jateng yang juga pengasuh Salafi Tegalrejo, Magelang. Adapun Ida Fauziyah ialah politikus PKB yang kini menjabat Menteri Tenaga Kerja (Menaker). Pada 2018, Ida sempat ikut serta dalam Pilkada Jateng sebagai cawagub dari Sudirman Said melawan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen.
Wakil Ketua Umum PKB Bidang Pemenangan Pemilu Jazilul Fawaid mengaku tidak khawatir dengan manuver PPP merapat ke PBNU. Ia optimistis PPP tak akan bisa menggerus dominasi PKB di kalangan Nahdliyin jika hanya bermodal kedekatan dengan para petinggi PBNU.
"Selain itu, PPP bukan urusan PBNU kok. Kalau PBNU mau membuat jarak dengan PKB, silakan saja. Siapa takut? Namun, PKB akan tetap berkhidmad kepada jam’iyyah NU," kata Jazilul kepada Alinea.id, Kamis (9/6).
Jazilul menyebut manuver-manuver Gus Yahya tak akan membuat PKB ditinggalkan kaum Nahdliyin. Pasalnya, PKB merupakan partai yang lahir dari rahim NU dan manifestasi ideologi politik kalangan ulama di ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
"PKB itu lahir supaya jadi alat perjuangan ulama NU. Kalau PBNU menyalahi sejarah, maka tidak akan dijadikan anutan oleh jamaah NU sendiri. Apalagi, saat ini PBNU banyak ngurusin isu politik saja," ujar Jazilul.
Wakil Sekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengatakan belum mendapat laporan ada PCNU yang merapat ke salah satu parpol tertentu. Ia juga menegaskan belum ada instruksi dari Gus Yahya untuk "melepaskan diri" dari PKB.
"Sejauh ini, enggak ada laporan masuk di PBNU (mengenai manuver pengurus NU di daerah). Kami belum cek ke lapangan," kata Ucok, sapaan akrab Rahmat Hidayat, saat dihubungi Alinea.id, Rabu (8/6).
Tantangan bagi PKB
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Zaki Mubarak menilai wajar jika parpol berlomba-lomba mendekati NU. Dengan jumlah kader kultural hingga puluhan juta, suara kaum Nahdliyin bisa menentukan peta perpolitikan di Indonesia.
"Tidak heran jika politisi NU di luar PKB, seperti Nusron Wahid (Golkar) dan Effendi Choirie (Nasdem) dan yang ada di PPP serentak mengamini harapan Gus Yahya ini. Mereka berharap jalan baru NU dengan yang terbuka bagi semua membawa berkah elektoral bagi mereka," kata Zaki kepada Alinea.id, Senin (6/6).
Khusus untuk PPP, menurut Zaki, pendekatan terhadap petinggi NU merupakan langkah strategis untuk menyelamatkan parpol. Apalagi, kekuatan politik PPP terus melemah sejak NU tidak lagi menopang partai Islam hasil fusi pada 1973 itu. Tanpa terobosan untuk mendongkrak elektabilitas, PPP bisa terdepak dari parlemen.
"PPP perlu terobosan radikal untuk bisa selamat dari ambang presidential treshold (PT) 4%. Problem PPP adalah kurangnya ketokohan. Apalagi, setelah wafatnya ulama kharismatis Kiai Maimoen Zubair. PPP seperti kehilangan ikon ulama yang punya magnet bagi umat. Basis NU merupakan suara yang paling memungkinkan diambil PPP," kata dia.
Terkait merenggangnya hubungan petinggi PBNU dan PKB, Zaki menyarankan agar Cak Imin cs tidak frontal. Menurut dia, sikap konfrontatif kader-kader PKB bisa jadi bumerang. Pasalnya, bukan tidak mungkin kader kultural NU malah manut terhadap keinginan para petinggi PBNU.
"Cak Imin mestinya lebih tenang. Jangan terlalu gelisah. Tunjukkan saja komitmennya untuk menjadikan PKB lebih inklusif, merangkul aspirasi semua golongan, baik yang kultural maupun struktural. Terutama para Gusdurian yang saat ini masih sangat berjarak. Perlu ada proses resiprokal yang saling memberi manfaat, bukan satu mengeskploitasi yang lain," kata Zaki.
Meskipun Gus Yahya telah terang-terangan menyatakan NU terbuka bagi semua parpol, menurut Zaki, tak akan mudah merayu kader-kader NU pindah gerbong. Terlebih, kaum Nahdliyin punya kedekatan historis dengan PKB.
"Teguran Gus Yahya ini juga seharusnya menjadi insentif bagi partai lain, termasuk PPP untuk mengoptimalkan diri menarik simpati dan memikat hati warga Nahdliyyin supaya kembali ke rumah lamanya. Tapi, apakah akan berhasil? Tentu tidak mudah," terang Zaki.