Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besar di depan gedung DPR RI pada Senin, 7 Februari nanti. Unjuk rasa akan diikuti lebih dari 10 ribu buruh.
Pada saat yang sama, unjuk rasa di berbagai provinsi akan diikuti ribuan buruh. Yaitu unjuk rasa di Serang (Banten); Bandung (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), Medan (Sumatera Utara), Banda Aceh (Aceh), Batam (Kepulauan Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Balikpapan (Kalimantan Selatan), Ambon (Maluku), hingga Manado (Sulawesi Utara).
Aksi unjuk rasa tersebut mengusung dua tuntutan. Pertama, tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kedua, meminta DPR RI memanggil Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah atau Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena tidak mau menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja. Misalnya, menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai dasar penetapan upah minimum.
“Sehingga banyak kabupaten/kota di Indonesia tidak naik upah minimum, kalaupun naik hanya Rp37.000 per bulan. Atau dibagi 30 hari hanya Rp1.250 per hari, setengah dari harga toilet umum, padahal Indoensia adalah G20,” ucap Said Iqbal dalam keterangan pers virtual, Rabu (26/1).
Ia meminta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Banten Wahidin Halim, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengikuti keputusan MK. “Pak Anies saja berani. Enggak diapa-apain. Kalau itu tidak melanggar hukum, karena mengikuti keputusan MK. Yang benar malah tidak dituruti, yang salah malah ditakuti,” tutur Iqbal.
Ia pun meminta PP 36/2021 segera dicabut dan para gubernur merevisi UMK. Sebelumnya, MK telah menyatakan UU Cipta Kerja inskonstitusional bersyarat. Dalam putusannya, MK menyatakan, pelaksanaan UU Ciptaker yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas ditangguhkan terlebih dahulu.
Kuasa hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Salahudin, menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang menjadi dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan kabupaten/kota (UMK) 2022, ditangguhkan. Dalihnya, kepentingan buruh berdampak luas dan bersifat strategis.
"Kami bisa menafsirkan, bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan yang sifatnya strategis dan berdampak luas harus kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ucapnya.