Pembakaran bendera pada Hari Santri Nasional (HSN) oleh sejumlah anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Garut, masih menjadi polemik. Pasalnya sejumlah pihak menyatakan bendera tersebut adalah bendera tauhid, sedangkan pihak lain menyatakan itu milik ormas Hizbut Tahir Indonesia (HTI).
Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang pelaku pembakaran dan melakukan gelar perkara. Para pelaku menyatakan bendera tersebut merupakan bendera HTI, dan sengaja dirampas karena dalam acara tidak diperbolehkan adanya bendera ormas.
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, bendera tersebut dapat dipastikan sebagai bendera HTI. Hal itu dilandasi dari dokumen dan foto kegiatan HTI, sebelum ormas tersebut dibubarkan.
Untuk membuktikannya, Polri mengajukan permohonan untuk membuka Aanggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HTI, kepada Kementerian Hukum dan HAM. AD/ART itu akan membuktikan penggunaan bendera HTI sebelum dibubarkan.
“Dalam AD/ART menyebutkan anggaran dasar merupakan regulasi yang mereka buat sendiri itu ada nama, lambang, bendera, atribut, dalam UU berbunyi seperti itu. Itu yang sedang kita minta ke Kemenkumham biar tidak jadi debatable, jadi silahkan saja menyampaikan seperti itu,” tutur Dedi di Kementerian Sekertariat negara, Kamis (25/10).
Demi menuntaskan perkara itu, Mabes Polri juga telah melakukan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), selaku organisasi yang memayungi Banser. Namun dalam pertemuan dengan MUI pada Selasa lalu (23/10), terjadi perbedaan pendapat. Menurut MUI, bendera yang dibakar Banser merupakan bendera tauhid, bukan milik HTI.
Sedangkan pertemuan dengan PBNU siang tadi, Polri ditawarkan untuk mendatangkan saksi ahli dari Yaman dan Suriah, untuk menjelaskan makna dari bendera berlafaz tauhid itu. Pakar agama Islam itu, nantinya akan menjelaskan lebih rinci mengenai simbol sebuah bendera dalam ormas.
“Dia tokoh yang netral dan dia tokoh yang mengalami sendiri bagaimana porak porandanya negara dia, hanya gara-gara satu simbol itu. Memecah belah kelompok-kelompok islam, dalam satu simbol itu,” jelasnya.
Ketua PBNU Said Aqil Siradj dalam pernyataan sikapnya pada Rabu (24/10) kemarin, menyatakan dengan tegas bendera itu milik HTI. Ia juga menjelaskan, pada dasarnya bendera tersebut belum dapat dipastikan sebagai bendera Rasulullah. Menurut dia, dalam Islam tidak diperkenankan menulis lafaz Alquran dalam sebuah bendera.
Mantan juru bicara HTI, Ismail Yusanto angkat bicara mengenai hal ini. Ia membantah kalau organisasi yang telah dibubarkan tahun lalu itu, menjadikan bendera berwarna hitam dan putih dengan lafaz tauhid sebagai bendera organisasinya.
Bagi Ismail, pembakaran bendera oleh Banser di Garut adalah bentuk kebencian yang berlebihan. Pasalnya sebelum dibubarkan, HTI selalu menyatakan bendera itu sebagai Ar-Rayah dan Al-Liwa, bukan bendera HTI.
“Enggak punya bendera, Sudah ditegaskan bolak-balik. Termasuk di video yang saya unggah di Instagram saya, tidak Ada. Boleh dibawa kemari deh kalo ada bendera HTI. Itu ada ketidakjujuran juga, mereka bilang itu bendera HTI, ada tulisan HTI, tidak ada,” ucap Ismail.