Problem 'gula-gula' izin tambang bagi NU cs
Pemerintah diminta menyetop obral izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas), organisasi keagamaan, dan pensiunan tentara. Tak punya kapasitas dan pengalaman dalam mengelola tambang, pemberian konsensi terhadap organisasi-organisasi tersebut potensial merusak tata kelola pertambangan.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar memandang pemberian konsensi kepada ormas dan organisasi pensiunan tentara melanggar isi Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pada Pasal 38 UU itu disebutkan bahwa IUP hanya diberikan kepada badan usaha, koperasi, perusahaan, dan perseorangan.
"Dijelaskan bahwa yang dimaksud badan usaha adalah badan usaha yang khusus bergerak di bidang pertambangan. Dalam praktiknya, Kementerian ESDM mensyaratkan bahwa akta badan usaha tersebut hanya bergerak di bidang pertambangan, tidak boleh ada kegiatan usaha lain," kata Bisman kepada Alinea.id, Selasa (5/2).
Dalam laporannya, Majalah Tempo mengungkap dugaan pemberian konsensi pertambangan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kepada sejumlah ormas dan organisasi pensiunan tentara. Izin mengelola tambang bermasalah diberikan jelang pencoblosan Pemilu 2024. Nahdaltul Ulama (NU) jadi salah satu penerima "hadiah" itu.
IUP yang diobral merupakan izin-izin mati yang tak diurus para pemiliknya. Bahlil menggunakan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi untuk mencabut izin tambang yang tidak produktif selama periode 2021-2023. Hingga kini, sudah lebih dari 2.000 izin tambang dan mineral yang dicabut Bahlil.
Menurut Bisman, IUP tidak bisa sembarangan diberikan kepada perusahaan yang tidak punya pengalaman mengoperasikan pertambangan. UU Minerba sudah merinci aturan untuk pemberian izin tambang. IUP mineral dan logam, misalnya, harus dilelang kepada perusahaan-perusahaan yang berkompeten.
"Jadi, misalnya untuk IUP nikel, bauksit, dan batubara itu tidak ada pemberian langsung atau penjatahan, harus melalui lelang. Wilayah IUP mineral nonlogam bisa dengan pengajuan kepada Menteri ESDM. Tetapi, ini hanya untuk nonlogam saja, misalnya pasir atau batu gamping," jelas Bisman.
Bisman menduga pemberian IUP untuk ormas dan organisasi pensiunan tentara merupakan praktik bagi-bagi gula-gula kekuasan. Organisasi yang mendapatkan IUP bermasalah itu, menurut dia, turut berkontribusi memenangkan pasangan jagoan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu 2024.
"Jadi jelas bahwa Perpres 70 Tahun 2023 tersebut melanggar UU Minerba dan bila terus dijalankan oleh pemerintah ini merupakan abuse of power. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus turun tangan," kata Bisman.
Selain mengobral IUP ke ormas, Bahlil juga disebut-sebut meminta fee hingga miliaran rupiah kepada perusahaan tambang yang ingin mengaktifkan kembali izin mereka. Bahlil juga diduga meminta jatah saham perusahaan dengan kisaran 20-30% untuk jasa mengaktifkan kembali izin yang sudah dicabut.
Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Muhammad Jamil sepakat obral konsensi tambang kepada ormas dan organisasi pensiunan tentara berbahaya. Menurut dia, pengoperasian pertambangan oleh entitas yang tak berpelangaman potensial menimbulkan bencana dan merusak lingkungan.
"Harus memenuhi kualifikasi secara administrasi dan perizinan. Izin tambang itu meliputi izin lingkungan dan perizinan kawasan hutan. Lalu, perusahaan secara finansial punya keuangan yang cukup dan taat melakukan pembayaran sesuai ketentuan finansial. Mampu membayar pajak dan membayar PNBP," ucap Jamil kepada Alinea.id, Selasa (5/2).
Meskipun dioperasikan oleh perusahaan yang berpengalaman, menurut Jamil, pertambangan mineral dan batubara kerap menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan sosial. Ia pesimistis ormas seperti NU bisa mengelola bisnis pertambangan yang kompleks.
"Kerusakan ini bisa lebih parah terlebih lagi bila ini diberikan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kualifikasi dan kemampuan untuk melakukan penambangan. Tambah kacau baik secara lingkungan baik soal sosial," kata Jamil.
Jamil juga mencium aroma kepentingan politik dalam obral IUP itu. Jatam, kata dia, mendapat banyak laporan yang terkait dana dari tambang ilegal yang mengalir ke oknum Polri. "Mengalir ke penegak hukum, baru mengalir untuk dana kampanye. Ini jelas gula-gula," ucap Jamil.
Menurut Jamil, pemerintah seharusnya tak seenaknya membuka ruang bagi organisasi tak kompeten untuk bermain tambang. Jika ngotot, pemerintah seharusnya menetapkan terlebih dahulu secara rinci kualifikasi yang harus dipenuhi agar ormas layak mendapatkan IUP. "Jangan dipermudah," imbuh dia.
Lebih jauh, Jamil meminta Jokowi untuk mempertimbangkan untuk mencabut Perpres Nomor 70/2023. Ia menyebut regulasi itu akan terus menimbulkan persoalan lantaran banyak substansinya yang bertentangan dengan UU Minerba. "Harus dibatalkan atau dicabut," tegas dia.