close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Rangkaian kereta rel listrik commuter line Jabodetabek tengah melintas. Alinea.id/Fitra Iskandar
icon caption
Rangkaian kereta rel listrik commuter line Jabodetabek tengah melintas. Alinea.id/Fitra Iskandar
Nasional
Sabtu, 03 Februari 2024 07:11

Problem permukiman di pinggiran rel kereta

Kawat kasur menyangkut di bawah rangkaian kereta relasi Tanah Abang-Rangkasbitung, menyiratkan masalah sosial di sekitar pinggiran rel.
swipe

Perjalanan kereta rel listrik (KRL) commuter line relasi Tanah Abang-Rangkasbitung terganggu di Stasiun Pondok Ranji, Tangerang Selatan pada Selasa (30/1) sore terganggu karena kawat kasur menyangkut di bawah rangkaian kereta. Hal ini menjadi menjadi pertanda, perlintasan kereta belum bersih dari gangguan.

Menurut pengamat transportasi publik Djoko Setijowarno, peristiwa terganggunya perjalanan kereta karena tersangkut kawat kasur menandakan ada masalah sosial di sekeliling rel kereta api yang belum selesai. Seharusnya, kata Djoko, hal itu menjadi tanggung jawab pemda setempat.

“Masih banyak permukiman kumuh (dekat rel kereta api). Itu sudah banyak kepala daerah diajak kerja sama, tidak mau,” ucap Djoko kepada Alinea.id, Jumat (2/2).

Moda transportasi kereta api, kata Djoko, sering mendapat masalah sosial berupa permukman ilegal yang tak ditangani serius oleh pemda. Akibatnya, masih ada barang yang berasal dari rumah tangga penghuni rumah-rumah pinggiran rel kereta yang tersangkut rangkaian kereta.

“Memang harus ada kerja sama antara PT. KAI (dengan pemda untuk menyelesaikan masalah). Tapi, banyak enggak mau pemdanya,” kata Djoko.

Djoko berpendapat, pemda tak ingin membereskan permukiman pinggiran rel kereta karena takut menuai citra buruk dari masyarakat. Apalagi jika kepala daerah yang memimpin ingin maju kembali dalam pilkada.

“Tapi kalau pemda enggak mau (membenahi) ya susah,” tutur Djoko.

“Seperti (beberapa waktu lalu) ada orang pesta kondangan dekat rel, itu sudah ngawur. Itu di Tanjung Priok, masa mau pesta tutup rel.”

Ia menekankan, ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk membenahi persoalan di sekitar perlintasan kereta. Pertama, dengan menutup pinggiran rel kereta menggunakan pagar atau beton. Kedua, penegakan hukum dan sosialisasi agar masyarakat tak melakukan pelanggaran. Ketiga, edukasi kepada masyarakat bahwa tak boleh ada barang-barang di rel kereta.

“Tapi masalah penegakan hukum dan edukasi ini tidak dijalani oleh pemda,” kata Djoko. “Selama ini, PT. KAI itu terlimpah masalah sosial perkotaan yang semestinya ditangani pemda.”

Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, PT. KAI dan pemda setempat tak boleh lepas tangan dan harus bekerja sama menertibkan pelanggaran, yang berakar dari persoalan permukiman di pinggiran rel kereta.

“PT. KAI dan pemda terkait harus bekerja sama menertibkan seluruh pelanggaran, terutama yang membahayakan perjalanan kereta api,” ujar Nirwono, Jumat (2/2).

“(Misalnya) melarang pihak yang tidak berkepentingan masuk daerah PT. KAI, seperti area stasiun dan sepanjang koridor jalur kereta.”

Nirwono berpendapat, dalam menjaga perlintasan kereta di perkotaan mesti dilakukan terus-menerus, disertai dengan edukasi dan peringatan kepada masyarakat mengenai risiko “berkeliaran” di sekitar area terlarang perlintasan kereta. Selain itu, menurutnya, dalam jangka panjang, warga yang tinggal di permukiman yang berbatasan langsung dengan jalur kereta harus direlokasi ke rumah susun terdekat yang aman.

“Sehingga jalur pengaman bantaran kereta dapat diperlebar dan keamanan lalu lintas kereta dapat lebih terjamin,” ujar Nirwono.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan