Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan adanya praktik suap yang terjadi dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur Kereta Api (KA). Perbuatan para tersangka yang terdiri dari pejabat di lingkungan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan hingga pihak swasta itu, dinilai berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, mengungkapkan keprihatinannya atas tindak korupsi yang terjadi di sektor transportasi itu. Pasalnya, proyek pembangunan jalur KA merupakan penopang moda angkutan publik.
"Korupsi pada sektor ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mendepresiasi kualitas jalur kereta yang akan membahayakan keselamatan masyakat sebagai pengguna layanan," kata Johanis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (14/4).
Pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu mengingatkan seluruh penyelenggara negara agar menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai ketentuan. Ia menekankan, pejabat publik tak seharusnya malah melakukan tindakan yang justru merugikan masyarakat.
"Karena sesungguhnya, penyelenggara negara digaji menggunakan uang rakyat dan sudah seharusnya bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," ujar Johanis.
Menurut Johanis, baik penyelenggara negara maupun pelaku usaha perlu mengedepankan integritas dan prinsip antikorupsi. Hal ini penting untuk jadi kesepakatan bersama para pihak sekaligus mendukung upaya pemberantasan korupsi.
"Agar tidak terjadi permufakatan jahat yang melanggar ketentuan hukum melalui praktik-praktik korupsi," tutur Johanis.
KPK menetapkan 10 orang tersangka dugaan suap proyek perkeretaapian di lingkungan DJKA Kemenhub. Ada empat proyek yang diduga dimainkan oleh para tersangka, antara lain proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso dan proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemudian, proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera, serta empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampengan, Cianjur, Jawa Barat.
Pada perkara ini, KPK menduga terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini diduga dilakukan melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.
Para tersangka diyakini membuat perjanjian penerimaan uang sebesar 5%-10% dari nilai proyek. Uang yang didapat dari tiap proyek dari Rp150 juta hingga Rp1,6 miliar.
KPK juga menduga ada penerimaan lain usai meminta keterangan para tersangka. Penerimaan uang yang diduga sebagai suap nilainya mencapai lebih dari Rp14,5 miliar.