Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk membangun dan mengelola sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT). Diharapkan, tidak ada kabel udara yang mengganggu kenyamanan warga ibukota.
Namun, proyek yang tidak terkoordinasi (galian listrik dan pipa air) bisa berdampak pada kerusakan trotoar dan terjadi kemacetan akibat galian.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menilai, Pemprov DKI dan BUMD berpotensi melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas ketika mengenakan ke pelaku usaha penyedia layanan utilitas publik.
Sebab, dalam regulasi tersebut yang diatur adalah retribusi bukan sistem sewa. Pengenaan tarif sewa yang mahal kepada pelaku usaha bakal berimbas pada kenaikan harga yang ditanggung konsumen. Ini bertentangan asas-asas pelayanan publik.
"Pemerintah Daerah (pemda) agar tidak memaksakan penyelenggara jaringan yang sudah memiliki infrastruktur pasif sebelumnya untuk dipindah begitu saja, kecuali untuk pemindahan kabel udara ke dalam SJUT," ucapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).
Ia pun menilai, proyek SJUT tergesa-gesa dan tidak memiliki rencana bisnis yang matang. Apalagi, nilai investasinya yang cukup besar. Selain itu, belum ada calon mitra (penyelenggara utilitas dari perusahaan plat merah maupun swasta) yang pasti akan menggunakan fasilitas ini.
Ia menganggap, Pemprov DKI perlu berkoordinasi secara lebih detail dengan penyelenggara jaringan terkait ketentuan teknis yang diperlukan. Dikhawatirkan cenderung membuat infrastruktur pasif idak sesuai dengan kebutuhan penyelenggara telekomunikasi.
"Sehingga, kerap terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti rusaknya kabel fiber optic akibat galian pembongkaran yang menyebabkan gangguan masal layanan internet, hal seperti ini akan sangat berdampak terhadap kegiatan sehari-hari masyarakat yang sangat bergantung pada layanan internet yang stabil," tutur Hery.