Proyek pengembangan jet tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Experiment (KFX/IFX) senilai US$8 miliar mengalami kendala. Pangkalnya, Indonesia memiliki masalah finansial untuk melakukan kewajibannya: menanggung cost share 20%.
"Awalnya, kita semangat, lalu 'poco-poco' (maju-mundur, red). Dan sekarang, kita semangat lagi, tetapi keuangan negara berkehendak lain," ujar Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, dalam keterangannya, Senin (2/10).
Proyek KFX/IFX, yang dimulai rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan target program engineering, manufacturing, and development (EMD) rampung pada 2026, akan memproduksi 120 jet tempur. Sebanyak 48 unit di antaranya akan dimiliki Indonesia, sedangkan sisanya diperuntukkan bagi Korea Selatan.
KFX adalah pesawat tempur generasi 4.5 atau setingkat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk F-16 dan Sukhoi.
Tertundanya alokasi cost share memaksa dilakukan renegosiasi, padahal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujuinya. Moeldoko pun berencana menemui Menteri Pertahanan Korea Selatan, 5 Oktober 2023, guna mendiskusikan keberlanjutan kerja sama.
Lebih jauh, Moeldoko berpendapat, kerja sama pengembangan KFX/IFX perlu dilanjutkan karena berkaitan dengan hubungan bilateral kedua negara. "Jangan sampai ini dipertaruhkan."
Apalagi, ungkapnya, akan ada transfer teknologi bagi Indonesia melalui pengembangan KFX/IFX. "Ini berkaitan dengan pengembangan SDM kita agar insinyur-insinyur kita bisa menguasai teknologi yang lebih maju," ucapnya.