close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Polisi memeriksa dokumen kependudukan dan surat kelengkapan kendaraan bermotor milik warga dari Madura yang masuk ke Surabaya di pintu keluar Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/5). Foto Antara/Didik Suhartono/pras.
icon caption
Polisi memeriksa dokumen kependudukan dan surat kelengkapan kendaraan bermotor milik warga dari Madura yang masuk ke Surabaya di pintu keluar Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/5). Foto Antara/Didik Suhartono/pras.
Nasional
Selasa, 12 Mei 2020 11:11

PSBB jilid II, Gubernur Jatim dan Wali Kota Surabaya diminta kompak

Suka dan tidak suka, gubernur kepanjangan tangan pemerintah pusat untuk penanganan Covid-19.
swipe

Tambahan kasus baru Covid-19 di Jawa Timur (Jatim) masih didominasi dari Surabaya. Dari total 83 tambahan kasus baru Covid-19, Surabaya menyumbang 41 kasus.

Fraksi Golkar DPRD Kota Surabaya menilai sinergitas antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi kunci sukses pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jilid II yang dimulai 12-25 Mei 2020.

"Wali Kota Surabaya harus lebih mengintensifkan koordinasinya dengan Gubernur Jatim agar pelaksanaan PSBB Jilid II kali ini bisa berlangsung dengan sukses," kata Ketua Fraksi Golkar DPRD Surabaya, Arif Fathoni, di Surabaya, Selasa (12/5).

Menurut dia, selama ini ada kesan kurangnya koordinasi di antara kedua kepala daerah tersebut, sehingga kadang terjadi silang pendapat terkait penanganan Covid-19 di Surabaya.

Dia mencontohkan, Gubernur Jatim menyebut bahwa pabrik rokok Sampoerna merupakan klaster baru penularan Covid-19, sementara Wali Kota Surabaya menyebut Sampoerna bukan klaster baru, melainkan klaster lama.

"Suka dan tidak suka, gubernur merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat yang mendapat pendelegasian wewenang untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jatim, khususnya Surabaya," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya itu. 

Untuk itu, kata dia, pihaknya berharap adanya perbedaan pandangan pada masa lalu di antara kedua belah pihak sebaiknya dihilangkan karena saat ini menghadapi pandemi Covid-19. "Ini urusan penyelematan nyawa manusia, sesuai ajaran Gus Dur di atas politik adalah nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya harus lebih serius lagi dalam menerapkan PSBB Jilid II, karena dalam pelaksanaan PSBB Jilid I masih terkesan setengah hati, sehingga tujuan dari PSBB untuk mendisiplinkan masyarakat agar menaati protokol kesehatan tidak tercapai.

Tidak hanya itu, politikus Partai Golkar itu menyarankan, agar kantor kecamatan di Surabaya digunakan sebagai posko operasi bersama tiga pilar baik dalam rangka edukasi terhadap warga maupun penindakan.

"Karakteristik masyarakat Surabaya beragam, maka posko di masing-masing kecamatan tentu berbeda kadar penindakannya," katanya.

Terkait bantuan sosial (bansos) yang dianggarkan APBN, APBD Pemprov Jatim maupun APBD Kota Surabaya, Arif Fathoni meminta, agar melibatkan RT dan RW, sehingga bansos tersebut benar-benar sampai kepada yang membutuhkan. (Ant)

img
Achmad Rizki
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan