Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyalahkan para pembantunya dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, 18 Juni 2020, dianggap tidak tepat. Pangkalnya, menteri hanya merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan terbatas pada bidangnya masing-masing.
"Sementara itu, yang bertanggung jawab atas pengambilan kebijakan secara umum sekaligus memastikan orkestrasi semua kebijakan berjalan dengan baik, adalah presiden sendiri sebagai satu-satunya atasan dari para menteri," ujar Direktur Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Rizky Argama, via keterangan tertulis, Selasa (30/6).
Kewenangan para menteri tertuang dalam Pasal 8 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Sedangkan tugas presiden diatur Pasal 17 UUD NRI 1945 dan UU Kementerian Negara.
Apalagi, sambung dia, Jokowi beberapa kali menegaskan hanya ada visi-misi presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Bagi Rizky, pernyataan Jokowi yang mewacanakan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dan peraturan presiden (perpres) untuk menunjang kinerja pemerintahan janggal dari perspektif hukum tata negara. Pertimbangannya, sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945, perppu diterbitkan dalam keadaan kegentingan memaksa.
Penerbitan Perpres juga demikian. Merujuk Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah melalui UU Nomor 15 Tahun 2019, perpres bersifat atributif dan melekat pada jabatan untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Dengan demikian, diterbitkan atas dasar kebutuhan.
Dirinya menerangkan, penerbitan perpres memerlukan perencanaan yang telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2020.
Kendati terbuka kemungkinan bagi presiden menerbitkan perpres di luar perencanaan dalam keadaan tertentu, itu justru menunjukkan ketidakmatangan perencanaan regulasi pemerintah. Pun memperlihatkan inkonsistensi Jokowi yang seringkali menyatakan ingin membatasi jumlah regulasi.
"(Pernyataan) tersebut justru menunjukkan, presiden seperti menawarkan bantuan kepada para menteri, padahal seharusnya presidenlah yang memimpin, memutuskan, dan menetapkan kebijakan apa yang akan diambil. Sementara menteri bertugas untuk membantu, melaksanakan, dan menindaklanjutinya," tuturnya.