close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Keberhasilan menggerakkan massa pada reformasi 1998 menjadi obsesi yang ingin diulang oleh Amien Rais. / Antara Foto
icon caption
Keberhasilan menggerakkan massa pada reformasi 1998 menjadi obsesi yang ingin diulang oleh Amien Rais. / Antara Foto
Nasional
Sabtu, 25 Mei 2019 03:20

Psikolog: People power Amien Rais terobsesi reformasi 1998

Keberhasilan menggerakkan massa pada reformasi 1998 menjadi obsesi yang ingin diulang oleh Amien Rais.
swipe

Keberhasilan menggerakkan massa pada reformasi 1998 menjadi obsesi yang ingin diulang oleh Amien Rais.

Guru besar Fakultas Psikologi Univeristas Gadjah Mada, Prof Koentjoro, menilai sikap Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menyerukan people power karena terobsesi keberhasilannya saat ikut menggerakkan reformasi 1998.

"Menurut saya beliau terobsesi dengan usaha beliau yang berhasil pada 1998, ada satu gerakan transfer of learning dan berhasil," kata Koentjoro, di Balairung Gedung Pusat, UGM, Yogyakarta, Jumat (24/5).

Menurut Koentjoro, Amien seharusnya bertanggung jawab dengan seruannya itu yang belakangan menjadi Gerakan Kedaulatan Rakyat. Bagi Koentjoro, seruan dia dikeluarkan dalam situasi yang sudah jauh berbeda dengan masa reformasi 98.

Karena seruan itu dikeluarkan dalam konteks situasi yang tidak sama dengan masa 1998 pada saat rezim Soeharto. Akibatnya, menurut Koentjoro, seruan itu tidak memiliki pengaruh apa-apa.

"Situasinya berbeda. Kalau dulu kan Pak Harto memang begitu. Masyarakat kemudian kompak karena seluruhnya mengalami (ketidakadilan), tetapi ini kan tidak," kata dia.

Menurut Koentjoro, dalam ilmu psikologi dikenal adanya teori frustasi agresi yakni semakin masyarakat merasa frustasi maka saat itu pula mereka semakin memiliki perilaku agresi.

Sayangnya, kata dia, agresivitas masyarakat dalam kerusuhan 22 Mei 2019 yang merupakan buah dari seruan Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tersebut bukan disebabkan masyarakat frustasi.

"Tapi karena masyarakar dibayar. Polisi telah menemukan bukti, perusuh dibayar. Sehingga mereka bekerja tidak sepenuh hati," kata dia.

Oleh sebab itu, menurut dia, sebagai pemimpin aksi atau demonstrasi pada 22 Mei yang menentang keputusan KPU seharusnya tampil di depan mengendalikan situasi agar tidak terjadi kerusuhan. "Masyarakat bingung ini kedaulatan rakyat atau kerusuhan," kata dia. (Ant).

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan