Bekas Ketua Manajemen Bersama Konsorium PNRI, Andreas Ginting, mengatakan ada aliran uang ke korporasi lain terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau KTP-el.
Pernyataan tersebut terungkap berawal ketika jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Burhanuddin, mengonfirmasi sejumlah anggaran konsorsium PNRI yang dialirkan kepada pihak lain.
"Seingat saya memang ada, PT Mega Lestari Unggul itu," kata Ginting saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
Dia mengaku, pemberian sejumlah anggaran itu atas instruksi salah satu anggota konsorsium, yakni PT Sandipala Artha Putra. Dikatakan Ginting, pemberian itu dilakukan atas bagian pekerjaan dari perusahaan yang dipimpin oleh Paulus Tannos.
"Itu adalah permintaan dari anggota konsorsium Sandipala untuk transfer bagian pekerjaannya itu ke nomor rekening PT Mega Lestari Unggul. Itu adalah permintaan Sandipala selaku anggota konsorsium," tutur dia.
Namun demikian, Ginting mengaku tidak mengingat nilai yang dikirimkan ke PT Mega Lestari Unggul. "Saya lupa (berapa nilainya)," tutur dia.
Dalam surat dakwaan mantan anggota DPR RI Markus Nari, disebutkan bahwa mantan politikus Partai Golkar itu telah memperkaya diri atau sejumlah korporasi salah satunya PT Mega Lestari Unggul. Adapun uang yang diterima PT Mega Lestari Unggul ditaksir mencapai Rp148.863.947.122.
Untuk diketahui, Markus didakwa telah memperkaya diri sendiri dengan nilai US$1.400.000 dari proyek KTP-el. Tak hanya itu, dia juga didakwa telah memperkaya orang lain dan koorporasi dari uang megaproyek KTP-el itu.
Selain itu, Markus Nari juga didakwa telah merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek KTP-el. Markus dianggap sengaja mencegah atau merintangi penyidikan kasus KTP-el dengan meminta kepada Miryam S Haryani untuk member kesaksian palsu terkait kasus KTP-el. Saat itu status Miryam diperiksa sebagai saksi dalam persidangan untuk terdakwa Sugiharto.
Atas perbuatannya Markus dianggap melanggar Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.