close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Siswa mencuci tangan sebelum masuk ke kelas saat uji coba pertemuan tatap muka. Foto Antara/Fakhri Hermansyah
icon caption
Siswa mencuci tangan sebelum masuk ke kelas saat uji coba pertemuan tatap muka. Foto Antara/Fakhri Hermansyah
Nasional
Minggu, 03 Oktober 2021 17:12

PTM dinilai mengancam keselamatan anak-anak

Koalisi Selamatkan Anak Indonesia berpendapat demikian dengan berbagai alasan. Salah satunya, maraknya pelanggaran prokes.
swipe

Koalisi Selamatkan Anak Indonesia menilai, pembelajaran tatap muka (PTM) mengancam keselamatan anak-anak. Hal tersebut berdasarkan beberapa faktor, salah satunya pelanggaran protokol kesehatan (prokes).

Koalisi mendapati 167 aduan terverifikasi tentang pelanggaran prokes rentang Januari-27 September 2021, tertinggi di SD dengan 31,6% dan SMA 27%. Di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), misalnya, sekolahnya tidak mematuhi prokes karena meja tidak disekat, keran air di beberapa titik mati, bahkan pembersih tangan (hand sanitizer) hanya ada di beberapa tempat saja.

"Fasilitas seperti hand sanitizer atau untuk cuci tangan pun tidak ada, hanya ada di kamar mandi. Jam pelajaran juga setiap hari, praktik olahraga, memasak sama sekali tanpa protokol Covid-19, dan siswa juga diminta untuk berangkat sekolah dari Senin sampai Jumat tanpa adanya pemberitahuan pembagian sif," ucap relawan LaporCovid-19, Natasha Devanand Dhanwani, dalam telekonferensi, Minggu (3/10).

Faktor berikutnya, tingkat vaksinasi untuk pelajar usia 12-17 tahun masih kecil. Hingga 2 Oktober 2021, baru 14,71% pelajar yang menerima dosis pertama dan 9,98% di antaranya telah menerima dua kali suntikan.

Pun demikian dengan rasio vaksinasi bagi tenaga pendidik, di mana realisasi dosis pertama 62,18% dan dosis lengkap 38%. "Pelaksanaan PTM juga memiliki risiko terinfeksi, terutama pada anak-anak di bawah 12 tahun yang belum diperbolehkan untuk vaksin," tegasnya.

Hal tersebut, menurut Natasha, menunjukkan fatalnya pelaksanaan PTM. Pangkalnya, terjadi kegagalan mitigasi Covid-19 dan ketidaksiapan sekolah dalam menyediakan prasarana penunjang.

Perwakilan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menambahkan, PTM belum siap dilaksanakan secara nasional karena sekitar 217.324 dari total 541.324 sekolah (44,45%) belum mengisi data kesiapan melaksanakan pendidikan secara luring. Itu berdasarkan data yang dirilis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per 3 Oktober.

“Sebagai contoh di DKI Jakarta, untuk persiapan PTM hanya mengisi modul secara online dan ini kemudian tidak ada verifikasi secara langsung di lapangan. Tentu saja ini meningkatkan risiko penularan Covid-19 atau kita menyebut klaster sekolah," tuturnya.

Karenanya, menurut perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Charlie Albajili, terjadi pengabaian negara untuk menjamin kualitas kesehatan tertinggi anak dan warga sekolah dalam PTM.

“Pemerintah mengenyampingkan pertimbangan epidemologis, seperti vaksinasi dan angka rata-rata positif; data epidemiologis yang (dipakai) tidak sahih sebagai dasar kebijakan; buruknya keterbukaan informasi terkait data-data esensial kepada orang tua; serta asumsi urgensi PTM segera prematur; dan penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten," tandasnya.

img
Fachrul Nopendra Issalas Dewa
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan