close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mendengarkan kesaksian Wakil Ketua MPR Mahyudin dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/3)./ Antarafoto
icon caption
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (kiri) mendengarkan kesaksian Wakil Ketua MPR Mahyudin dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/3)./ Antarafoto
Nasional
Kamis, 22 Maret 2018 14:13

Puan dan Pramono dalam bancakan korupsi E-KTP

Setya Novanto mengaku ada dana KTP elektronik (E-KTP) yang mengalir untuk Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing US$ 500 ribu.
swipe

Lagi-lagi kejutan baru datang dari dinamika sidang kasus E-KTP yang menyeret mantan Ketua DPR dari fraksi Golkar, Setya Novianto (Setnov). Dalam kesaksiannya, “Papah” membeberkan alokasi dana senilai total US$ 1 juta untuk Puan Maharani dan Pramono Anung.

"Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya minta maaf ada disampaikan oleh Andi (Narogong) untuk Puan Maharani US$ 500 ribu dan Pramono US$ 500 ribu. Bu Puan Maharani ketua fraksi PDIP dan Pramono ada US$ 500 ribu," kata Setnov sambil terbata dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/3), dilansir Antara.

Pemberian itu diceritakan oleh pengusaha Andi Narogong dan rekan Setnov yang juga pengusaha, Made Oka Masagung pada akhir 2011.

Kedua rekan Setnov tersebut menyambangi kediamannya untuk bercakap-cakap seperti biasa. Hingga keluar celetukan dari Oka yang mengaku telah menyerahkan uang pada orang di DPR. “Saya tanya, wah untuk siapa,” imbuh Setnov.

Sejumlah dana mengalir ke Puan Maharani yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Pramono Anung yang kini menjabat sebagai Sekretaris Kabinet. Pada 2011 Pramono masih menjadi Wakil Ketua DPR.

Selain dua nama itu, Setnov merinci anggota dewan yang turut menikmati bancakan korupsi E-KTP. Pertama adalah untuk Komisi II Chairuman sejumlah US$ 500 ribu, untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan badan anggaran (banggar) sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng US$ 500 ribu. Kemudian Tamsil Linrung dan Olly Dondokambey masing-masing US$ 500 ribu, yang di antaranya melalui Irvanto.

Di samping mengalir pada pimpinan Komisi II, pimpinan banggar, dan pimpinan DPR, ada juga uang untuk ketua fraksi.

"Yang saya tahu dari Oka Masagung dan disaksikan Andi yang 500 ribu dan US$ 500 ribu tadi. Malam tadi saya baru tahu bahwa menurut Irvanto juga menyerahkan kepada Jafar Hafsah 250 ribu, yang saat itu sebagai ketua fraksi, itu saya baru tahu tadi malam," ungkap Setnov.

Setnov dalam perkara ini didakwa menerima uang US$ 7,3 juta dari proyek E-KTP melalui rekan Setnov pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung, seluruhnya US$ 3,5 juta dan melalui keponakan Setnov, Diretur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada 19 Januari- Februari 2012 seluruhnya berjumlah US$ 3,5 juta.

Setnov juga didakwa menerima satu jam tangan Richard Mille seri RM 011 seharga US$ 135 ribu, yang dibeli pengusaha Andi Agustinus bersama direktur PT Biomorf Industry Johannes Marliem, sebagai bagian dari kompensasi, karena membantu memperlancar proses penganggaran.

Menelisik respon PDIP

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, partainya siap diaudit terkait pernyataan Setnov soal aliran dana ke Puan dan Pramono.

"Atas apa yang disebutkan oleh Setya Novanto, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta hari ini.

Dia menilai saat ini ada upaya yang mencoba membawa persoalan E-KTP tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab PDIP, padahal partainya bukan dalam posisi designer dan bukan penguasa ketika proyek itu berjalan.

Hasto mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status "justice collaborator".

"Apa yang disampaikan Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," ujarnya.

Dia menjelaskan posisi politik PDIP selama sepuluh tahun di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu berada di luar pemerintahan dan tidak ada representasi menteri dari partainya di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu saat itu.

Menurut dia, dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, PDI Perjuangan selalu "dikalahkan", misal, penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Zona Perdagangan Bebas.

"Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan KTP Elektronik sekalipun," katanya.

Hasto mengatakan konsepsi KTP elektronik yang disampaikan PDIP sangat berbeda yaitu bukan pada pendekatan proyek, namun melalui pendekatan integrasi data antara data pajak, data BKKBN, data kependudukan, dan hasil integrasi data divalidasi melalui sistem "single identity number".

Sistem tersebut menurut dia juga diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan.

"Dengan demikian pada hari 'H', dan jam ketika sistem tersebut diberlakukan, maka jika ada bayi yang lahir di wilayah NKRI, maka secara otomatis bayi tersebut akan mendapatkan kartu 'Single Identity Number' tersebut," tuturnya.

Menurut dia, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi harus memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi KTP elektronik.

“Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan pada awal kampanyenya menjanjikan “katakan tidak pada korupsi”, dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi, tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk E-KTP,” ungkapnya.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan