Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat publik harus belajar dari kasus Gubernur Sulawesi Selatan atau Sulsel Nurdin Abdullah (NA). Sebab, kata peneliti ICW Egi Primayogha, sebelum ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi, kepala daerah itu dikenal sebagai figur bersih dan inovatif.
Egi menyampaikan demikian, berkaca dari penghargaan yang pernah diberikan kepada Nurdin dari Ombudsman mengenai predikat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik. Di sisi lain, Nurdin juga pernah menerima penghargaan dari surat kabar.
"Pada 2017, Nurdin pernah diberikan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng," kata Egi secara tertulis, Senin (1/3).
Menurut Egi, pelajaran yang bisa diambil adalah pengawasan terhadap sosok yang dikenal bersih dan inovatif tidak sepatutnya melemah. Hal ini, mengingat pejabat publik memiliki kewenangan yang besar sehingga potensi penyelewengan selalu terbuka lebar.
"Pengawasan ini krusial jika melihat kecenderungan publik yang seringkali melonggarkan pengawasannya atau permisif terhadap perilaku pejabat publik yang dikenal sebagai sosok 'orang baik'," ucapnya.
Adapun Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang atau PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER), dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto (AS), ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan itu usai operasi tangkap tangan pada Jumat (26/2) malam hingga Sabtu (27/2) dinihari.
Ketiganya terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Sulsel tahun anggaran 2020-2021.
Dalam kasusnya, KPK menduga Nurdin menerima Rp5,4 miliar. Rinciannya, diduga dari Agung Rp2 miliar yang diberikan melalui Edy dan sisanya diterka berasal dari kontraktor lain sebanyak tiga kali, yakni akhir 2020 Rp200 juta, awal Februari 2021 Rp2,2 miliar, dan pertengahan Februari 2021 Rp1 miliar.
Sebagai penerima, Nurdin dan Edy diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.