close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi tumpahan minyak di Pulau Pari. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi tumpahan minyak di Pulau Pari. Alinea.id/Dwi Setiawan
Nasional
Selasa, 25 Agustus 2020 14:11

Sengsara Pulau Pari: Surga wisata DKI langganan pek dan sampah

Sejak 25 tahun lalu, Pulau Pari rutin dikepung sampah dan tumpahan minyak mentah.
swipe

Langit masih gelap saat Mustahgfirin tiba di salah satu spot mencari ikan di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Sabtu (8/8) dini hari itu. Setelah "memarkirkan" kapal ikannya, nelayan berusia 48 tahun itu pun menebar jala. 

Berulang kali Mustahgfirin menebar jaring. Namun, tak satu pun ikan yang nyangkut. Penasaran, ia pun mengecek kondisi air laut. Di bawah kapalnya, ia melihat warna air yang berkilat karena campuran cairan hitam pekat. 

Awalnya, Mustahgfirin menduga cairan itu limbah kiriman dari sungai Jakarta kembali mengotori perairan Pulau Pari. Namun, setelah diperhatikan lebih saksama, limbah itu lebih menyerupai tumpahan minyak. 

"Wah, ini (cairan hitam) ternyata yang jadi masalah. Pantesan enggak ada ikan," ucap Mustaghfirin saat berbincang dengan Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Mustahgfirin dan nelayan Pulau Pari lainnya biasa menamai tumpahan minyak itu dengan sebutan pek. Itu bahasa percakapan. Pek juga bisa berarti ter atau aspal. 

Limbah pek bukan peristiwa langka di Pulau Pari. Karena itu, Mustahgfirin tak terlalu ambil pusing saat melihat bercak-bercak pek di air. Apalagi, pek yang ia lihat di antara buih-buih air laut tidak terlampau banyak. 

Sekitar tiga hari berselang, Mustaghfirin kecele. Tiba-tiba, Pek mengepung hampir semua penjuru Pulau Pari. "Mulai merapat itu pek ke bibir pantai Pulau Pari dan langsung banyak," ujar Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3) itu. 

Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajak warga Pulau Pari bergotong royong untuk membersihkan pek. Pada hari pertama, sebanyak 160 karung terkumpul. Namun, usaha tersebut seolah sia-sia. Tepat pada 17 Agustus, pek kembali membanjiri Pulau Pari. "Ada seluas hampir dua kilometer bibir pantai yang terdampak pek," ujar Mustaghfirin. 

Jika melihat jumlahnya yang besar, Mustaghfirin menduga limbah tumpahan minyak mentah itu berasal dari sumur YYA 1 milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) yang ada di perairan Karawang, Jawa Barat. Tahun lalu, sumur itu juga sempat bocor dan mencemari Pulau Pari. 

"Soalnya, kalau dari kapal, kayaknya enggak sebanyak ini. Jadi, bisa aja impact kebocoran (sumur Pertamina) yang di Karawang. Yang jelas, kalau musim angin timur, pasti ada pek. Kebetulan di timur itu banyak sumur Pertamina," kata dia. 

Mustaghfirin mengaku belum menghitung kerugian total yang diderita warga. Namun, sudah ada sepuluh petambak yang terdampak. "Kemungkinan besar bakal nambah. Limbah pek itu baru bisa terlihat dampaknya ke ikan kerapu itu seminggu setelahnya," jelas dia.

Mustaghfirin, 48 tahun, membersihkan pek di bibir pantai Pulau Pari, Agustus 2020. Foto dokumentasi Forum Peduli Pulau Pari (FP3).

Jadi langganan limbah dan sampah

Kecurigaan Mustaghfirin beralasan. Pasalnya, tumpahan minyak dari sumur-sumur Pertamina sudah rutin menyerang Pulau Pari. Pada periode Agustus hingga Oktober atau pada musim angin timur, bercak-bercak pek juga hampir selalu menghiasi bibir pantai pulau tersebut. 

Menurut Mustaghfirin, pek mulai rutin berkunjung ke Pulau Pari sejak 25 tahun lalu. Dua kasus pencemaran pek terparah terjadi pada 1996 dan 1998. Ketika itu, hampir semua ikan di tambak-tambak warga mati dan nelayan tidak bisa melaut karena pekatnya minyak mentah. 

"Saat itu, posisinya sama. (Peristiwa limbah pek terjadi) waktu angin musim timur. Petaka itu lebih sadis dari tahun 2019. Semua mangrove mati. Bisa dibilang Pulau Pari diguyur sama pek," ucapnya.

Setelah dua peristiwa serbuan masif itu, Pulau Pari tak lagi asing terhadap pek. Hampir tiap tahun, limbah itu mampir. Selain dari kebocoran sumur, pek juga disumbang kapal-kapal tanker yang melakukan pengurasan di sekitar Pulau Pari.

"Terkadang ada kapal-kapal yang nakal yang cuci tangki di perairan Pulau Pari. Jadi, dia enggak mau keluar uang besar. Karena untuk cuci tangki di pelabuhan itu biayanya besar, dia cuci di tengah laut," ucapnya.

Tak hanya oleh minyak mentah saja, keberagaman ekosistem Pulau Pari juga sering terancam limbah sampah kiriman dari Jakarta. Limbah sampah itu biasanya mampir saat musim penghujan pada periode September hingga Maret. 

Tumpukan sampah itu, kata Mustaghfirin, bahkan seringkali memenuhi jalur pelayaran dari Pulau Pari ke Jakarta. "Seringkali enggak bisa kami atasi. Bahkan, dinas terkait pun angkat tangan. Kalau sudah seperti itu bakal sangat mengganggu kegiatan pariwisata. Snorkeling atau pun diving enggak ada yang mau kalau ada sampah," tuturnya.

Pulau Pari juga berulang kali mendapat kiriman limbah cair industri dari Jakarta. Menurut Mustaghfirin, limbah jenis itu lebih berbahaya karena dapat mematikan biota bawah laut di perairan Kepulauan Seribu. "Kalau air busuk ini datang, kita siap-siap. Bakal banyak ikan yang mati," jelas dia.

Meski langganan bencana, Mustaghfirin mengatakan, warga Pulau Pari jarang dikompensasi. Pada kasus serangan pek baru-baru ini, misalnya, belum ada petambak yang mendapat ganti rugi. "Yang sering dapet itu Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung. Kalau kami, jarang," ujarnya.

Pantai Perawan menjadi salah satu daya tarik utama Pulau Pari. Foto Instagram @pulaupari_id

Realitas yang diungkap Mustaghfirin diamini juru kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Rehwinda Naibaho. Menurut catatan Walhi, Pulau Pari sudah jadi langganan bencana pek sejak awal 2000. 

"Dari data kami, sejak tahun 2000-an sudah terjadi. Ada kapal-kapal yang lewat dan sengaja buang sampahnya di situ. Perairan Pulau Pari ini kan juga jalur lintas kapal-kapal besar," ucap Rehwinda kepada Alinea.id, Minggu (16/8).

Kebocoran kilang minyak dari perairan Karawang masih menjadi penyumbang utama pencemaran lingkungan di salah satu surga wisata di Kepulauan Seribu itu. Bencana pek mengakibatkan warga kehilangan mata pencaharian dan menggangu pariwisata. 

"Kalau ada pek, nelayan tradisional yang tidak begitu jauh mencari ikannya, sudah pasti sulit mendapatkan ikan bila alat tangkapnya terpapar minyak mentah. Begitu pun dengan pembudidaya rumput laut dan ikan kerapu. (Ikan dan rumput) akan mati bila terkena dampak limbah," kata dia. 

Lebih jauh, Rehwinda meminta agar Pemprov DKI Jakarta tidak diam saja menyikapi ancaman lingkungan yang menghantui Pulau Pari dan sekitarnya. "Ini bukan pertama kali. Apa sih yang bakal dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta? Kan belum ada," ujar dia. 

Pulau Pari dikenal sebagai salah satu pulau terindah di gugusan Kepulauan Seribu. Foto Instagram @pulaupari_id

Sumber tumpahan minyak masih dilacak

Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Djoko Rianto Budi, mengatakan belum bisa memastikan dari mana asal limbah minyak mentah yang terdampar di Pulau Pari. Dugaan awal, pek sudah lama terendam di air dan berasal dari perairan Bekasi. 

"Dari data titik koordinat sampah pek yang ada di Pulau Tidung hasil tracking temen-temen KLHK, cemaran berasal dari pesisir pantai Bekasi. Itu sama dengan tracking yang ada di Pulau Pari," ujar Djoko kepada Alinea.id

Untuk memastikan sumber pek, Djoko mengatakan, ia telah meminta penginderaan jarak jauh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Petugas juga akan diturunkan langsung untuk mengecek langsung ke lapangan. 

Saat ini, Dinas LH Kepulauan Seribu masih fokus membersihkan pek yang mencemari Pulau Pari dan Pulau Tidung. Nilai kerugian juga belum bisa dipastikan. "Sebab (limbah di) kedua pulau itu besarnya cukup siginifikan," ucap Djoko.

Saat dikonfirmasi Alinea.id, Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koodinator Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti membenarkan pemerintah masih melacak sumber pek yang mencemari sejumlah pulau di Kepulauan Seribu. 

"Info yang saya dapat, mereka sudah melakukan modeling untuk tracing dari mana sumbernya. Sambil menunggu KLHK, kami  melakukan validasi. Salah satunya dari data satelit. Satelit ini masih menunggu dari Lapan. Mereka akan menyiapkan data, saat ini masih berproses dalam waktu dekat akan kita terima," ucap Nani.

Saat ini, Pertamina sudah dilibatkan untuk menanggulangi cemaran pek di Pulau Pari dan Pulau Tidung agar tidak merusak lingkungan. Namun, itu bukan berarti pek berasal dari sumur Pertamina yang bocor di Kerawang. 

Kecurigaan warga di Pulau Pari, kata Nani, perlu dibuktikan terlebih dahulu. "Kemungkinan bisa juga dari sana (Kerawang). Kita harus tahu dulu sumbernya. Ini kaitannya dengan masalah ganti rugi. Sekarang yang kita sepakati Pertamina untuk menangani limbahnya," kata dia. 

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Karliansyah menduga pek di Pulau Pari berasal dari buangan kapal tanker. Asumsi itu didapat setelah sumur YYA-1 milik Pertamina dicek tim KLHK. 

"Hasilnya oke. Kualitas air laut juga memenuhi baku mutu. Kami juga masih menunggu hasil uji finger print oil spill tersebut. Tapi, dari hasil penyelaman kami, pipa bawah laut ONWJ itu aman," ungkap Karliansyah. 

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah meminta agar tim independen dibentuk untuk melacak sumber pencemaran. Ia menyebut Pertamina tidak pernah transparan jika menyangkut kebocoran sumur minyak. "Pertamina memang cenderung menutup-nutupi," kata dia. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan