Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutus Presiden selaku tergugat I dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) selaku tergugat II bersalah atas tindakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat saat kerusuhan, Agustus-September 2019.
"Menyatakan bahwa tergugat I dan tergugat II terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam tindakan melakukan internet shutdown di Papua dan Papua Barat pada 2019," kata Ketua Majelis Hakim PTUN saat membacakan amar putusan, Jakarta, Rabu (3/5).
PTUN juga menghukum para tergugat menghentikan dan tak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di Indonesia. Hukuman wajib dilakukan Presiden dan Menkominfo meskipun mengajukan upaya hukum lainnya. "Putusan gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya banding," terang hakim.
Terakhir, menghukum para tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp457.000 secara tanggung renteng. "Membayar perkara yang timbul dalam perkara ini," jelasnya.
Hakim PTUN DKI menyatakan, terdapat tiga perbuatan Presiden dan Menkominfo yang dinilai melawan hukum. Pertama, kedua tergugat dinilai terbukti melambatkan koneksi internet (bandwidth) di sejumlah daerah Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus 2019, pukul 13.00-20.30 WIT.
Kedua, perbuatan kedua tergugat dianggap memblokir akses internet di sejumlah daerah Papua dan Papua Barat sejak 21 Agustus-4 September 2019, pukul 23.00 WIT. Ketiga, pemerintah dinilai terbukti memperpanjang pemblokiran akses internet mulai 4 September, pukul 23.00 WIT hingga 9 September 2019, pukul 18.00 WIT atau 20.00 WIT.
"(Tindakan tersebut) adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan atau pejabat pemerintahan," tegas hakim.
Gugatan dilayangkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Juga didukung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), serta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
(Catatan: Berita ini telah mengalami perubahan. Pertama, kami menulis majelis hakim juga memvonis tergugat I dan tergugat II meminta maaf ke masyarakat di media massa. Padahal, yang benar tidak ada putusan ini. Kesalahan kami karena mengutip gugatan dari situs resmi PTUN Jakarta Pusat yang ditafsirkan oleh reporter sebagai putusan. Penasihat hukum juga membenarkan permintaan maaf tersebut dibatalkan. Kedua, kami juga menghapus nama Jokowi untuk mempertegas bahwa para tergugat ialah jabatan Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika, bukan individu tertentu. Ketiga, kami telah merubah judul awal artikel: "Vonis pemutusan internet Papua: Presiden Jokowi dan Menkominfo melawan hukum."
Atas kekeliruan ini, kami meminta maaf kepada para pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini. Sama sekali tidak ada kesengajaan dan iktikad buruk atas pemberitaan ini. Ini semata-mata karena kekeliruan kami. Kami akan sekuat tenaga untuk tidak mengulangi kesalahan serupa di kemudian hari dengan menegakkan kode etik jurnalistik secara ketat.)