Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Ahmad Aron Hariri mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak gugatan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menambah titik terang yang menjelaskan persoalan tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK
"Putusan MK dan ditambah putusan MA menjadi putusan final and binding bahwa persoalan TWK sudah selesai," kata Ahmad dalam keterangannya, Jumat (10/9) .
Ahmad mengatakan, polemik panjang TWK pada pegawai KPK telah berakhir dengan jelas, sah dan konstitusional baik secara norma undang-undang dan perkomnya. Selain terpenuhinya asas legalitas, kata dia, asas perlindungan HAM dan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) menjadi bagian yang telah terpenuhi dalam perumusan Perkom 01/21.
Oleh karena itu, menurut Ahmad, dalam perkara ini, tak sepatutnya menarik-narik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan meminta mengangkat 57 orang TMS langsung jadi ASN yang berpotensi pada kesalahan konstitusional.
"Sebab, gagalnya 57 orang pegawai jadi ASN KPK, karena gagal di TWK sebagai syarat sahnya menjadi ASN. Bukan gagal karena dijegal dengan TWK," jelasnya.
Menurut Ahmad, persoalan TWK pegawai KPK menjadi polemik dan berkepanjangan karena penggiringan opini yang tidak subtantif pada pokok perkara. Seperti term tentang "pengalihan" yang hanya sebuah interpretasi, bukan norma, tapi terus-menerus dijenterakan (digelindingkan). "Maka munculah logika keliru, kalau tidak pengalihan disebut penyingkiran. Hal ini sebenarnya pemicu polemik itu," bebernya.
Sebagai norma yang bersifat umum, lanjut dia, TWK diberlakukan untuk seluruh pagawai KPK. Hasilnya pelaksanaan TWK 94.5% memenuhi syarat dan hanya 4.5% tidak memenuhi syarat. Menurutnya, ini adalah gambaran bahwa tata cara, syarat, materi, substansi pertanyaan, dan teknis pelaksanaan, dilakukan secara adil dan berlaku untuk semua pegawai.
"Lalu, tiba-tiba minta TWK diulang, itu dasarnya apa? Bukankah di ORI mau Komnas HAM juga tiada menyebut TWK harus diulang?" tegas Ahmad.
Sebagai catatan khusus, tambah Ahmad, LSAK menyampaikan bahwa polemik panjang TWK KPK merupakan bagian dari dinamika KPK yang hampir terjadi di setiap periode. Namun, semua bisa diselesaikan secara elegan dan selalu menjadikan KPK jadi lebih baik, tanpa harus melakukan degradasi, dan menghancurkan KPK secara kelembagaan. "Sebab kita butuh lembaga KPK untuk pemberantasan korupsi agar tercapai optimalisasi pembangunan, keadilan, dan kemaslahatan," pungkasnya.
Sebelumnya, MA memutuskan untuk menolak gugatan uji materi Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai KPK yang memuat tentang TWK pegawai KPK dalam proses menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Dalam pertimbangannya, MA menilai bahwa secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya. Sementara, salah satu yang telah diterima sebagai ukuran objektif untuk memenuhi syarat adalah pengisian jabatan tersebut adalah TWK yang juga menjadi syarat saat seleksi ASN dan saat pengembangan karier PNS.
Kemudian, Mahkamah juga menilai asesmen TWK dalam Perkom 1 Tahun 2021 merupakan suatu sarana berupa norma umum yang berlaku bagi Pegawai KPK sebagai persyaratan formal yang dituangkan dalam regulasi kelembagaan guna memperoleh output materiil.