Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk memberikan sanksi memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (7/11). Ini setelah MKMK menilai, Anwar Usman terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait putusan kasus batas usia calon presiden.
Selain itu, seperti perkiraan sejumlah pihak, putusan MKMK tidak menyentuh perkara No.90/PUU/XXI/2023 soal syarat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah.
“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan MK, keputusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU/XXI/2023,” jelas Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie, dalam keterangannya yang dipantau online.
Itu berarti, aturan main yang terkait dengan perkara No.90/PUU/XXI/2023 sudah final. Tetapi Jimly mendorong ke semua pihak untuk melakukan uji materi atas UU Pemilu hasil dari putusan MK, beberapa waktu lalu. Hanya saja, hasil putusannya baru bisa dilaksanakan pada pemilu selanjutnya.
"Ini sudah ada mahasiswa yang mengajukan uji materi terhadap undang-undang yang sudah berubah karena putusan MK. Ini boleh. Tidak berlaku larangan," ucap dia.
Jimly malah mengharapkan agar masyarakat dapat memusatkan perhatian pada suksesnya pemilu. Apalagi prosesnya sudah jauh berjalan. Di mana, partai pesertanya sudah jelas dan calon presiden sudah ada. Masyarakat tinggal memutuskan untuk tidak memilih partai atau calon presiden yang tidak disukai. Fokus untuk pemenangan masing-masing kelompok. Tidak saling melangsungkan kampanye negatif apalagi hitam. Biar anak bangsa bisa fokus menggelar pemilu damai dan terpecaya.
Tetapi yang jelas, keluarnya putusan MKMK tersebut, memuluskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Di mana, proses pendaftaran Prabowo dan Gibran sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden di KPU, dipastikan sudah selesai. Tinggal menunggu penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden peserta Pilpres 2024 oleh KPU pada 13 November 2023.
"Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah mendaftar ke KPU secara penuh dan mengikuti proses tersebut. Karena itu, tidak ada yang ragu sedikit pun kalau pasangan ini berlayar dengan baik," kata Komandan Advokasi TKN Prabowo-Gibran, Hinca Pandjaitan, dalam keterangan resminya yang dipantau online soal putusan MKMK, Selasa (7/11).
Kendati secara hukum dianggap sudah selesai, tetapi secara moralitas, proses yang lahir dari itu menjadi cacat. Pasalnya, MKMK memutuskan terjadi pelanggaran berat yang dilakukan Anwar Usman yang kemudian melengserkannya dari posisi Ketua MK.
Menurut politikus PDIP Sirra Prayuna, seharusnya Anwar Usman diberhentikan sebagai hakim dan bukan sebatas diberhetikan sebaga Ketua MK dan/atau menjadi hakim nonpalu terbatas pada sengketa hasil pemilu dan pilkada.
"Ini menggambarkan bahwa ada intervensi kuat kepada Hakim MK yang seharusnya bebas, mandiri, dan imparsial. Dampaknya adalah, legitimasi bagi seorang Gibran akan rontok karena lahir sebagai cawapres dari sebuah produk hukum yang cacat dan melanggar konstitusi," ucap dia, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (7/11).
Maka, jika moral obligation-nya sudah tidak ada, diyakini akan menjadi pertanyaan terus menerus dari masyarakat. Tentunya hal itu akan riskan jika ternyata dapat memimpin negara sebesar Indonesia ini.
Dengan situasi yang ada, maka publik akan terpaksa menerima putusan MKMK tersebut. Menurut Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah, masyarakat harus lebih waspada lagi pada setiap kasus Pemilu 2024 yang dibawa ke MK. Apalagi, Anwar Usman masih menjadi hakim konstitusi.
"Putusan sanksi MKMK pada hakim MK sama sekali tidak berdampak apapun, baik bagi etika hakim maupun maupun wibawa hukum yang dihasilkan persidangan," ucap dia.
Keputusan MKMK kian membuktikan jika pembentukan MKMK sia-sia. Meskipun sebagian publik telah menerka Jimly tidak akan cukup berani memberikan putusan yang sepadan dengan keputusan MK yang telah merusak konstitusi, termasuk merusak wibawa dan marwah putusan MK.