Mahkamah Konstitusi (MK) mengambulkan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama setahun menjadi 5 tahun. Ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022, yang dibacakan pada Kamis (25/5).
Putusan itu pun disorot mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana. Ia menduga putusan tersebut bagian dari strategi pemenangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Kenapa perubahan masa jabatan menjadi 5 tahun itu adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024? Karena ada kasu-kasus di KPK yang perlu 'dikawal' agar tidak menyasar kawan koalisi dan diatur dapat menjerat lawan," katanya dalam keterangannya.
Menurut Denny, memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini, yang dikomandoi Firli Bahuri, lebih aman daripada pimpinan anyar. Masa kepemimpinan Firli dkk mestinya berakhir pada akhir 2023 jika tiada perpanjangan setahun.
"Jika proses seleksi tetap harus dijalankan saat ini dan terjadi pmimpinan KPK di Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangku kawan dan memukul lawan itu berpotensi berantakan. Terlebih, jika pimpinan KPK yang terpilih tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut," tuturnya.
"Tentu akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres di 2024. Oleh karena itu, putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun sudah memenuhi kepentingan strategi pilpres, yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik (political bargaining) penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," sambungnya.
Denny mengakui bahwa akan ada isu hukum apakah putusan MK tersebut berlaku bagi Firli cs atau retroaktif? Dia berpendapat, norma masa jabatan pimpinan KPK 5 tahun berlaku sejak putusan dibacakan.
"Sehingga, masa jabatan beberapa pimpinan [KPK] yang sedang menjabat, dari awalnya 4 tahun berakhir di Desember 2023, akan berubah menjadi 5 tahun," ucapnya.