close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi. Alinea.id/Firgie Saputra.
icon caption
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi. Alinea.id/Firgie Saputra.
Nasional
Minggu, 29 Mei 2022 07:01

Putusan-putusan monumental Mahkamah Konstitusi

Tugas hakim konstitusi telah selesai ketika permohonan perkara yang diajukan ke MK telah diputuskan.
swipe

Para Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan sejumlah pandangan mengenai putusan monumental (landmark decision). Tentunya putusan ini begitu penting dan menyangkut langkah yang akan diambil oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan, kriteria putusan monumental, yakni putusan tersebut harus memuat hukum baru, putusan memberikan solusi konstitusional, putusan yang membatalkan keseluruhan undang-undang. Selain itu, putusan tersebut memiliki nilai strategis konstitusional yang mengubah tafsir sesuai dengan undang-undang. 

"Kemudian, putusan tersebut juga memuat norma konstitusional," katanya dalam keterangan, Sabtu (28/5).

Menurutnya, tugas hakim konstitusi telah selesai ketika permohonan perkara yang diajukan ke MK telah diputuskan. Sehingga, hakim tidak dapat mengkomentari putusan tersebut. 

"Biarlah para pencari keadilan atau akademisi yang membahas putusan-putusan MK,” ujar Wahiduddin.

Sementara, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, ada empat putusan dalam perkara pengujian undang-undang. Putusan tersebut ialah perlindungan anak terkait batas usia perkawinan (Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017), kebebasan beragama bagi penghayat kepercayaan (Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016), hak atas 20% anggaran pendidikan, dan mengenai eksekusi jaminan fidusia (Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019).

Ia menyatakan, ada pula putusan monumental dalam perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada). Pertama, kewarganegaraan sebagai calon kepala daerah dalam perkara PHP Kada Kabupaten Sabu Raijua periode 2020 dan kedua, mengenai masa jeda bagi mantan narapidana ikut pilkada, dalam PHP Kada Kabupaten Boven Digoel pada 2020.

Ia juga memberikan pemaparan dengan mengulas sekilas gagasan mengenai pembentukan MK. Enny mengungkapkan, perdebatan mengenai lembaga yang menjadi cikal-bakal MK sudah muncul pada masa awal kemerdekaan RI, yaitu saat pembentukan undang-undang dasar. 

“Perlu adanya kelembagaan yang diberi fungsi untuk membanding undang-undang,” ucap Enny.

Berikutnya, Enny menjelaskan kewenangan MK dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yaitu berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Sementara, dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945, MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Sedangkan, dalam Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 menyebutkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan