close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi. Foto:
icon caption
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi. Foto:
Nasional
Sabtu, 29 Juli 2023 16:09

Ralat penetapan tersangka Marsdya TNI Henri Alfiandi, marwah KPK runtuh

KPK meralat penetapan tersangka tersebut dengan konferensi pers pada Jumat 28 Juli kemarin.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganulir penetapan status tersangka terhadap Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto. Langkah ini dinilai merusak rasa keadilan publik.

KPK meralat penetapan tersangka tersebut dengan konferensi pers pada Jumat 28 Juli kemarin. Penetapan tersangka Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) oleh KPK terkait kasus dugaan suap proyek di Basarnas.

"Keberatan TNI atas suatu proses hukum, tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi. Dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum. Jika pun TNI tidak sepakat dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan," kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, dalam keterangan persnya, Sabtu (29/7).

Hendardi menerangkan bahwa Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum. 

"Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer. Jadi, tidak ada tafsir lain kecuali bahwa KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut," kata dia.

Ia melanjutkan bahwa norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya. Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum. Ketidaksamaan di muka hukum dan privilege hukum bagi anggota TNI harus diakhiri. Presiden dan DPR selama ini terus gagal atau digagalkan untuk menuntaskan reformasi UU Peradilan Militer. 

"Peristiwa klarifikasi dan permintaan maaf atas penetapan tersangka anggota TNI, suatu tindakan hukum yang sah dan berdasarkan UU, adalah puncak kelemahan KPK menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen," Hendardi menegaskan.

"KPK memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum sebagaimana amanat Konstitusi," imbuhnya.

Peristiwa ini juga, kata Hendardi, menunjukkan supremasi TNI masih teramat kokoh, karena meskipun tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, korps TNI pasti akan membela dan KPK melepaskannya. 

"Peragaan ketidakadilan dalam penegakan hukum ini harus diakhiri. Presiden dan DPR tidak bisa membiarkan konflik norma dalam berbagai UU di atas terus menjadi instrumen ketidakadilan yang melembaga," pungkasnya.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan