Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Djadja Buddy Suhardja mengaku pernah memberikan uang hasil korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun Anggaran (TA) 2012 kepada Rano Karno, saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten. Hal itu diungkapkannya dalam sidang korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1).
Mulanya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roy Riady menanyakan aliran uang yang pernah diberikan Djadja. Dia lantas menyebut Rano pernah menerima aliran uang panas tersebut sebesar Rp700 juta. Uang diserahkan Djadja lewat beberapa kali pemberian di lokasi yang berbeda-beda.
"Pernah (diberikan ke Rano Karno). Sekitar Rp700 jutaan lah Pak. Sampai lima kali (pemberian) kalau enggak salah. Saya langsung ke rumahnya dan kantornya," kata Djadja, saat bersaksi untuk terdakwa Wawan.
Penyerahan uang itu, lanjut Djaja, dilakukan pada 2012. Ia memberikan secara langsung atas perintah adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana.
Bahkan, Djadja mengaku dirinya mendapatkan uang tersebut dari anak buah Wawan, Dadang Priyatna. Djaja juga mengaku selalu berkoordinasi terlebih dahulu dengan ajudan dan sopirnya Rano saat memberikan uang tersebut.
"Saya selalu bersama-sama (dalam memberikan uang itu) dengan ajudan dan sopir (Wawan). Begitu uang dikasihkan oleh perintah Pak Wawan ke Pak Dadang, langsung enggak diinapkan. Waktu itu sudah telepon Pak," papar Djadja.
Sebelumnya, penerimaan uang kepada politikus PDI Perjuangan itu terungkap dalam surat dakwaan Wawan. Rano disebut mengantongi uang hasil korupsi alat kesehatan sebesar Rp700 juta.
Pernyataan itu telah diungkapkan oleh penuntut umum dalam sidang dakwaan pada 31 Oktober 2019. Uang tersebut didapat aktor pemeran Si Doel itu ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten pada 2012.
Dalam perkara itu, Wawan didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai Rp94,3 miliar. Adapun, sumber penerimaan itu berasal dari pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun Anggaran (TA) 2012.
Selain itu, Wawan juga didakwa telah mengatur proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-P TA 2012. Bahkan, Wawan diduga telah mengarahkan pelaksanaan pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten TA 2012.
Akibat perbuatannya, Wawan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, Wawan juga didakwa telah melakukan TPPU atas hasil korupsinya. Adapun pengalihan cuci uang tersebut dilakukan Wawan dengan cara mentransfer sejumlah uang ke rekening, baik atas nama orang lain, maupun nama Wawan sendiri, atau PT BPP, dan sejumlah perusahaan di bawah kendali Wawan.
Adapun nilai pencucian uang yang dilakukan Wawan lebih dari Rp575 miliar. Uang tersebut disinyalir telah digunakan Wawan untuk membiayai keikutsertaan istrinya Airin Rachmi Diany dan kakaknya Ratu Atut Chosiyah dalam pemilihan kepala daerah.
Atas dasar itu, Wawan terancam hukuman pidana dengan melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan g Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.