Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengungkapkan ada empat poin yang didalami lembaga antirasuah dari keterangan mantan Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Industri dan Keuangan atau Menko Ekuin, Rizal Ramli. Diketahui, Rizal diperiksa terkait kasus megakorupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim.
Pertama, kata Febri, tim penyidik KPK mendalami tugas dan tanggung jawab Rizal selaku Menko Ekuin, sekaligus sebagai Ketua Ex-Officio Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang menjabat sejak 2000 sampai Juli 2001. "Pada saat itu Sekretaris KKSK adalah Syafruddin Arsyad Temenggung," kata Febri, di gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (19/8).
Berikutnya, KPK mendalami proses pengambilan keputusan oleh KKSK terkait dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kemudian, kata Febri, tim penyidik KPK juga mendalami rapat yang dilakukan di rumah Rizal, saat itu dihadiri oleh tersangka bos PT Gajah Tunggal (GJTL) Sjamsul Nursalim, BPPN dan pihak-pihak lainnya.
“Terakhir, terkait surat keterangan KKSK Nomor: KEP.02/K.KKSK/03/2001, dan mekanisme penerbitannya serta langkah-langkah yang diambil saksi sebagai Menko Perekonomian EX-Officio ketua KKSK terkait obligor BLBI," ucapnya.
Febri menjelaskan, kesaksian Rizal ihwal kewajiban obligor penerima BLBI agar menyerahkan personal guarantee guna memperkuat posisi tawar Pemerintah Indonesia saat itu telah muncul dalam fakta persidangan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Saksi menyetujui usulan BBPN untuk melakukan restrukturisasi utang petambak saat itu, menjadi Rp1,3 triliun. Sedangkan sisanya Rp3,5 triliun menjadi kewajiban BDNI," ujar Febri.
Berdasarkan keterangan Rizal, kata Febri, hal tersebut sudah disampaikan kepada Sjamsul Nursalim. Namun, bos PT Gajah Tunggal itu tidak merespon. Sjamsul hanya mau menyerahkan dana sebesar Rp455 miliar.
Febri mengungkapkan, saat itu BPPN tetap berupaya menagih utang kepada Sjamsul Nursalim. Pasalnya, Sjamsul masih memliki kewajiban untuk membayar utangnya. Bahkan, saat rapat di rumah Rizal yang turut dihadiri Sjamsul serta BPPN tidak menghasilkam kesepakatan atau konklusi untuk membayar utang kepada pemerintah.
Febri menilai, berdasarkan keterangan Rizal dalan persidangan Syafruddin, kewajiban Sjamsul Nursalim masih belum selesai. Tetapi, dalam prosesnya penerbitan SKL tetap dipaksakan. "Bahkan ketika aset yang diklaim bernilai Rp4,8 triliun tersebut dijual hanya laku Rp220 miliar. Sehingga diduga kerugian negara adalah Rp4,58 triliun," ujar Febri.
Dalam mengusut perkara ini, KPK sebenarnya juga memanggil kedua tersangka suami-istri Sjamsul dan Itjih Nursalim. Namun, keduanya kembali mangkir dari panggilan KPK. Tercatat, sudah dua kali mereka mangkir. Febri memastikan, pihaknya tetap memproses penyidikan kasus BLBI terhadap kedua tersangka tersebut.
"Selain itu, penelusuran aset untuk kepentingan asset recovery nantinya juga menjadi perhatian KPK," ujar Febri.