close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
CEO PT Blackgold Energy Indonesia Philip C Rickard (tengah) bergegas meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/7)./ Antarafoto
icon caption
CEO PT Blackgold Energy Indonesia Philip C Rickard (tengah) bergegas meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/7)./ Antarafoto
Nasional
Rabu, 01 Agustus 2018 14:58

Rasuah PLTU, PLN bisa ikut terseret

Kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat politisi Golkar Eni Saragih dan Johannes melibatkan kesepakatan kontrak beberapa korporasi.
swipe

Kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat politisi Partai Golkar Eni Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo melibatkan kesepakatan kontrak beberapa korporasi yang tergabung dalam konsorsium. Konsorsium tersebut terdiri dari BlackGold, PT Pembangkit Jawa-Bali (PJB), PT PLN Batubara (PLN BB), dan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC). 

Sebelum dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 Juli 2018, Johannes Kotjo merupakan pemegang saham perusahaan BlackGold. 

KPK sendiri masih mendalami peran korporasi yang terlibat sebelum menentukan apakah akan mengusut keterlibatan korporasi dalam kasus suap ini. Ya kita lihat, mana yang paling dominan dalam kasus itu. Kalau yang paling dominan adalah orang dan korporasinya kelihatan sama-sama, ya maka akan dikenakan dua-duanya, baik orang maupun korporasi," jelas Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Rabu (1/8).

Namun, lanjut Laode, jika kebijakan ini bukan kebijakan korporasi tetapi individual atau yang memimpin korporasi tersebut, maka KPK tidak akan memaksakan penyidikan pada korporasi-korporasi itu.

"Kalau memang ini adalah kebijakan perusahaan, maka ya perusahaannya pun pasti akan diselidiki, tetapi kalau yang dominan ini sebenarnya adalah orangnya, maka orangnya saja sudah cukup," tegas Laode.

Sementara soal keterlibatan Idrus Marham dan Sofyan Basir, Laode tak bisa berkomentar lebih lanjut. "Kalau dipanggil jadi saksi sekarang ya dianggap yang bersangkutan mungkin mengetahui kasus tersebut," jelasnya.

Kasus suap PLTU Riau-1 berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada Jumat (13/7). Dalam operasi tersebut KPK menangkap Eni Saragih di rumah dinas Mensos Idrus Marham, sedangkan Johannes ditangkap di kantornya. KPK menyita uang senilai Rp500 juta dalam pecahan Rp100.000 dan tanda terima uang tersebut sebagai barang bukti.

Kemudian, pada Minggu (15/7) KPK juga menggeledah rumah Sofyan Basir untuk tindak lanjut penyidikan kasus suap ini. Pada Senin (16/7) malam, penyidik KPK datang ke kantor PLN pusat menggeledah dan mencari barang bukti untuk menguatkan kasus dugaan korupsi Eni Saragih, usai Sofyan memberikan keterangan pers.

Pemberian uang sejumlah Rp500 juta tersebut merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang ini bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan mencapai Rp4,8 miliar.

Pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni pada Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar, kemudian Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan