Mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mendapat program bebas bersyarat dari Lapas Wanita dan Anak Kelas IIA Tangerang. Program itu merupakan bagian dari peringataan Kemerdekaan RI ke-77 Rabu, 17 Agustus 2022.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti mengatakan, keluarnya Atut dari bui terkonfirmasi benar. Atut dianggap memenuhi persyaratan substantif dan administratif.
“Betul hari ini sudah dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA Tangerang dengan program pembebasan bersyarat, melalui mekanisme persyaratan yang sama seperti warga binaan lain, sudah memenuhi persyaratan administratif dan substantif,” kata Rika kepada wartawan, Selasa (6/9).
Menurut Rika, Atut tetap memiliki kewajiban untuk mengikuti program bimbingan hingga 2026. Program itu diberikan langsung oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) di Serang.
“Masih wajib mengikuti bimbingan, dalam hal ini dari Bapas Serang sampai dengan 8 Juli 2026,” ujar Rika.
Selama mengikuti program bimbingan, Ratu Atut juga tidak boleh melakukan tindak pidana apapun atau pelanggaran umum dan khusus. Rika menegaskan, apabila Ratu Atut melakukan pelanggaran, maka program pembebasan bersyarat yang diajukannya akan dicabut dan kembali menjalani sisa pidana di dalam lapas.
“Aturannya sama sampai masa itu tidak boleh ada tindak pidana apapun ataupun pelanggaran umum atau khusus kalau sampai terjadi program hak PB akan dicabut dan menjalani sisa pidana di dalam Lapas,” ucap Rika.
Atut Chosiyah merupakan narapidana tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Atut menyuap Akil Mochtar Rp1 miliar untuk penanganan sengketa Pilkada di Lebak, Banten.
Dalam perkara suap ini, berdasarkan vonis pengadilan tingkat pertama pada 1 September 2014, Ratu Atut Chosiyah divonis penjara empat tahun dan denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan. Mahkamah Agung lalu memperberat hukuman Atut menjadi tujuh tahun penjara pada Februari 2015.
Atas kasus suap terhadap Akil Mochtar itu, hak politik Ratu Atut Chosiyah dicabut, sehingga dia tak memiliki hak dipilih atau memilih dalam pemilihan umum, pemilihan presiden ataupun pemilihan kepala daerah. Terlebih, dia juga terjerat kasus pengadaan alat kesehatan yang merugikan negara Rp79 miliar.