Polri mengaku meminta Interpol tidak mempublikasikan red notice Harun Masiku. Oleh sebab itu, nama politikus tersangka korupsi itu tidak ada dalam situs resmi Interpol sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) dengan red notice.
“Pada saat itu memang diminta tidak di-publish agar dipercepat,” kata Sekretaris National Central Bureau (Ses NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Amur Chandra, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (10/8).
Belakangan ramai pemberitaan adanya lima buron asal Indonesia yang masuk dalam daftar Interpol. Dari kelimanya, tidak ada nama Harun Masiku.
Chandra menjelaskan, alasan lainnya tidak dipublikasikannya red notice Harun Masiku karena Polri ingin kerahasiaan agar tidak adanya oknum tertentu memanfaatkan pengumuman di situs Interpol. Selain itu, publikasi di Interpol akan diutamakan bagi kasus yang besar dan butuh penanganan segera.
Menurut Chandra, meski tidak dilakukan publikasi kepada masyarakat, namun red notice sudah aktif di 1.247 jaringan di 194 negara. “Sudah dikirimkan juga surat ke negara di Asia Tenggara untuk melakukan penangkapan apabila DPO melintas di jalur resmi,” tuturnya.
Dibeberkannya, red notice Harun Masiku sudah aktif sejak satu bulan lalu. Sampai saat ini, beberapa negara melapor belum adanya perlintasan seperti orang yang diduga tersangka KPK ini pada kasus dugaan suap pergantian antarwaktu atau PAW anggota DPR 2019-2024.
Harun yang juga mantan calon legislator dari PDI-Perjuangan ini diterka menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, melalui bekas anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu kemudian terbukti bersalah karena menerima Rp600 juta demi memuluskan Harun melenggang ke parlemen. Selain suap PAW, Wahyu juga menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Atas perbuatannya, Wahyu divonis enam tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.