Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan proyek jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019.
Refly menjabat sebagai Kepala BPJN XII Kaltim dan Kalimantan Utara di bawah Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dia menjabat sejak 2017 dengan program utama pembangunan infrastruktur jalan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Selain Refly, KPK juga menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Andi Tejo Sukmono, dan Direktur PT Harlis Tata Tahta (HTT) Hartoyo.
Ketua KPK Agus Rahardjo menduga, Refly telah menerima sejumlah uang setoran dari Hartoyo selaku pihak rekanan proyek tersebut. Agus menyebut, Hartoyo telah menerima penerimaan sebanyak delapan kali.
"Jumlah total sekitar Rp2,1 miliar terkait dengan pembagian proyek-proyek yang diterima oleh HTY (Hartoyo)," kata Agus, saat konfrensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/10).
Kronologis
Agus Rahardjo menerangkan, kegiatan penindakan itu dilakukan setelah KPK mendapat informasi terkait adanya transaksi penerimaan melalui mobile banking. Saat itu, tim Satgas KPK langsung bergerak ke tempat Andi Tejo. Dari tangan Tejo, KPK amankan kartu ATM beserta buku tabungan.
"Secara paralel, tim lain menangkap HTY (Hartoyo) di kantornya di Bontang pukul 13.30 WITA bersama dua stafnya. Tidak lama setelah itu, pukul 14.30 WITA Tim juga mengamankan LS (Lis Isyana) dan BS (Budi Santoso) di kantornya," urainya.
Bersamaan dengan itu, kata Agus, penyidik mengamankan Pimpinan Cabang Provinsi Kaltim PT Budi Bakti Prima Setia Budi Utomo di kantornya. Saat itu, KPK mendapat informasi bahwa Refly sedang berada di DKI Jakarta.
"Tim langsung menghubungi tim yang ada di Jakarta untuk mengamankan RRT (Refly Ruddy Tangkere) sekitar pukul 19.00 WIB di kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan," katanya.
Saat itu, para pihak yang diamankan langsung diboyong ke Polda Kalimantan Timur. Selanjutnya, KPK menggelandang pihak yang diamankan ke Gedung Merah Putih KPK.
Lebih lanjut, Agus menerangkan, kasus itu bermula saat Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kalimantan Timur mengadakan Pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018 hingga 2019. Nilai proyek tersebut sebesar Rp155,5 miliar.
Lelang proyek untuk tahun jamak, dimenangkan oleh PT HTT. Namun, terdapat kejanggalan dalam proses pengadaan proyek itu.
KPK menduga, Hartoyo memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada Refly dan Andi Tejo. Commitment fee yang disepakati sebesar 6,5% dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak.
"Commitment fee tersebut diduga diterima RRT (Refly Ruddy Tangkere) dan ATS (Andi Tejo Sukmono) melalui setoran uang setiap bulan dari HTY (Hartoyo) baik secara tunai maupun transfer," tutur Agus.
Hartoyo diduga telah memberikan uang kepada Refly sebanyak delapan kali transaksi dengan besaran uang senilai Rp200 juta hingga Rp300 juta dengan jumlah total sekitar Rp2,1 miliar. Uang itu diberikan terkait dengan pembagian proyek yang diterima Hartoyo.
Sedangkan Andi Tejo, diduga telah menerima setoran dari Hartoyo dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama Budi Santoso selaku Bendahara Lapangan PT Budi Bakti Prima. Rekening tersebut diduga khusus diperuntukan penerimaan setoran Andi Tejo.
Andi, membuka rekening tersebut pada tanggal 3 Agustus 2019 dan menerima transfer dana pertama kali sejak PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada tanggal 14 September 2019.
Transaksi pengiriman uang dari Hartoyo kepada Andi Tejo melalui ATM itu senilai Rp1,59 miliar. Dia telah menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp630 juta. Tak hanya melalui ATM, Andi Tejo juga diduga telah menerima uang tunai dari Hartoyo sebesar Rp3,25 miliar.
Uang yang diberikan Hartoyo merupakan "gaji" kepada Andi selaku PPK lantaran telah memenangkan perusahaannya PT HTT guna menggarap sejumlah proyek.
"Gaji tersebut diberikan kepada ATS (Andi Tejo) sebesar Rp250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT," ucap Agus.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Refly dan Tejo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak yang diduga pemberi, Hartoyo disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.