Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan rekomendasi Ombudsman RI (ORI) tentang temuan malaadministrasi dalam proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pun tidak perlu menunggu proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) ataupun Mahkamah Agung (MA).
"Ombudsman berkaitan dengan malaadministrasi dalam pelayanan publik, sementara MK maupun MA mengenai norma perundang-undangan," kata politikus PKS, Mardani Ali Sera, dalam keterangannya, Kamis (5/8).
Jika ORI sudah menyatakan ada malaadministrasi dan sudah diputuskan, terangnya, maka lembaga yang direkomendasikan wajib melaksanakannya tanpa perlu menunggu putusan institusi peradilan. Ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008, di mana putusan ORI bersifat final dan mengikat.
"Sebagai pengingat, KPK tidak bisa berlindung pada putusan MA maupun MK karena antara Ombudsman, MA, serta MK memiliki dimensi pengujian yang berbeda. Jangan sampai timbul kesan KPK tengah mengulur waktu untuk melakukan tindakan korektif ini," paparnya.
Apalagi, lanjut Mardani, etika antarlembaga yang dipertononkan kepada publik dalam permasalah tertib hukum. "Apakah rekomendasi dari Ombudsman akan dijalani? Atau berakhir seperti instruksi presiden yang pernah dihiraukan? Kita perlu mengawal ini hingga tuntas."
Karenanya, KPK diminta patuh terhadap hukum dan tidak boleh memilih-milih hukum yang akan ditaati. Alasannya, hukum merupakan semua peraturan perundang-undangan dan agar bisa memberi contoh yang baik kepada masyarakat.
Namun, Mardani berpendapat, KPK terkesan mengulur-ulur waktu dengan dalih menunggu putusan MK ataupun MA. Karenanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan agar komisi antirasuah fokus pada agenda pemberantasan korupsi.
"Di saat Covid-19, aspek pengawasan maupun pencegahan mesti berjalan optimal. Kepemimpinan yang kuat harus bisa mensinergikan selain memberi perintah. Pemimpin harus mampu menjembatani dan menyelesaikan masalah ini," pungkasnya.
ORI memberikan empat catatan atau tindakan korektif dalam temuannya tentang malaadaministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. Pertama, memberikan penjelasan kepada para pegawainya soal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.
Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan. Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta merta menjadi dasar memecat 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.
Terakhir, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2019.