Relawan pengawal ambulans: Antara peraturan dan kemanusiaan
Sore itu, di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, sebuah ambulans berusaha melaju di antara macetnya lalu lintas. Dari pinggir jalan, Muhammad Saleh beserta 15 anggota Relawan Patwal Ambulance Indonesia (RPAI) hanya bisa tertegun melihat betapa sulitnya ambulans itu melaju.
“Dulu enggak seperti ini. Ambulans lewat, langsung kita bantu (mengawal),” kata Saleh saat berbincang dengan Alinea.id, Sabtu (22/5).
Saleh adalah Ketua RPAI Korwil Depok. Ada perasaan sedih dalam dirinya kala melihat ambulans kesulitan berjalan di tengah kemacetan, sementara ia dan anggotanya tak bisa berbuat apa-apa.
Kejadian cekcok antara orang yang diduga pengawal ambulans dengan petugas kepolisian di Jalan Raya Muchtar, Sawangan, Depok, Jawa Barat bulan lalu, yang viral di dunia maya, menjadi biang keladinya. Buntutnya, Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Metro Depok melarang kegiatan relawan pengawal ambulans. Padahal, menurut Saleh, yang terlibat cekcok bukan anggota RPAI Korwil Depok.
“Itu hanya masyarakat sipil biasa melintas di Sawangan, menghalangi jalan (polisi). Mungkin dari pihak polres terdesak, akhirnya pengawalan dilarang,” ujar pria yang berprofesi sebagai staf HRD di sebuah perusahaan properti itu.
Siap melayani?
Walakin, Saleh dan anggotanya mencoba tetap mengawal ambulans ke rumah sakit tujuan. Hanya saja, pengawalan tersebut dilakukan di perbatasan Depok, seperti Bogor atau Jakarta.
“Karena daerah sini (Depok), mereka (polisi) sigap, yang pertama dicari ya saya. Nomor saya sudah di-save sama polisi,” tutur Saleh.
Bagi Saleh, tugas mengawal ambulans merupakan pengamalan nilai kemanusiaan. Sebab, dengan begitu, ia bisa menolong nyawa orang lain agar segera dapat tindakan medis di rumah sakit.
Ia menyatakan, tak akan berhenti mengawal ambulans dan berharap polemik pelarangan pengawal ambulans bisa berakhir. Dengan begitu, RPAI Korwil Depok dapat kepercayaan lagi mengawal ambulans.
“Bersatu demi kemanusiaan,” ucapnya.
Tak hanya dilarang, beragam risiko mengintai para relawan pengawal ambulans. Seperti pengalaman Ketua RPAI Korwil Tangerang Selatan, Firgie Rahmansyah yang pernah mengalami kecelakaan saat mengawal ambulans.
“(Kalau dimaki) wah sering dari pengendara lain,” ujar Firgie saat ditemui di Sekretariat RPAI Korwil Tangerang Selatan, Sabtu (22/5).
Kendati begitu, Firgie dan 29 anggota RPAI Korwil Tangerang Selatan mengaku siap menghadapi banyak tantangan itu. Untuk mengatasi situasi, RPAI pun sudah membuat standar operasional prosedur (SOP) saat mengawal ambulans.
SOP itu, kata pria yang bekerja sebagai anggota keamanan ini, mengatur soal keamanan berkendara, seperti kelengkapan surat kendaraan bermotor, sopan pada pengendara lain ketika membuka jalan untuk ambulans, hingga mengacungkan jempol bagi pengendara yang sudah membuka jalan.
Di samping itu, penasihat RPAI Korwil Tangerang Selatan, Fajar Saptanto menambahkan, sirine dan strobo yang ada di beberapa sepeda motor relawan, pantang digunakan ketika tak melakukan pengawalan.
“Relawan tidak ada pamrihnya. Kita melakukan sesuatu tulus,” tutur Fajar.
RPAI bukan satu-satunya komunitas relawan pengawal ambulans. Selain RPAI, ada pula Indonesian Escorting Ambulance (IEA).
Dihubungi terpisah, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Istiono menegaskan, kegiatan pengawalan ambulans yang dilakukan relawan warga sipil memang dilarang. Menurutnya, warga sipil tak punya kewenangan melakukan upaya paksa di jalan, seperti mengawal ambulans.
“Untuk hal-hal yang bersifat privat atau kawasan tertentu polisi, harus dengan izin kepala pengadilan negeri. Para relawan tentu saja tak dibekali dengan standar kompetensi yang semestinya,” ujar Istiono saat dihubungi, Minggu (23/5).
Istiono menjelaskan, kewenangan kepolisian untuk mengawal kendaraan prioritas, seperti ambulans, bertujuan memenuhi asas keadilan berkendara bagi pengguna jalan. Ia mengatakan, pengawalan yang menggunakan upaya paksa sudah mengambil sebagian hak pengguna jalan lainnya.
“Agar lalu lintas aman, selamat, tertib, dan lancar, maka menegakkan hukum dan mengajak para pengguna jalan lainnya menaati, diperlukan institusi yang menangani,” ucap dia.
Di dalam Pasal 135 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) memang disebutkan, kendaraan yang mendapat prioritas akses jalan, seperti mobil ambulans harus dikawal petugas kepolisian, menggunakan lampu isyarat, dan bunyi sirine.
Lebih lanjut, Istiono menuturkan, kewenangan kepolisian mengawal ambulans juga didasarkan adanya kesepakatan Polri dengan beberapa dinas kesehatan.
“Untuk membangun public safety centre di sektor pelayanan mobil ambulans. Ini tentu ambulans memang harus cepat, tetapi bukan terburu-buru,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan layanan permohonan pengawalan bagi ambulans. Para sopir ambulans, kata dia, dapat berkoordinasi dengan perangkat polisi patroli dan pengawal (patwal) atau dengan polisi patroli jalan raya (PJR).
Bila mendapat izin pengawalan keadaan darurat, menurut dia, sopir ambulans juga akan memperoleh bantuan traffic management center (TMC) oleh petugas kepolisian di jalan raya.
“Akan dibantu dan dilayani. Pengemudi ambulans kita galakkan untuk mendapatkan pelatihan dan pembinaan,” tuturnya.
Dibutuhkan, perlu solusi
Tak eksisnya RPAI Korwil Depok diakui sopir ambulans Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Bari Raharja membuat kerjanya makin berat. Ia mengakui, sulit mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk mengantar pasien karena jalanan di sekitar Depok selalu macet.
“Apalagi kalau di jam-jam kerja,” ujar Bari saat berbincang di Depok, Jawa Barat, Sabtu (22/5).
Menurut dia, pengawalan yang dilakukan relawan tak membahayakan pengendara jalan lain. Justru ia merasa nyaman saat ada pengawalan dari relawan.
“Untuk kendaraan emergency, kita enggak bisa nunggu polisi,” katanya.
Pascalarangan pengawalan ambulans oleh relawan, Satlantas Polres Metro Depok memang sudah membuka layanan pengawalan ambulans. Namun, menurut Bari, prosedur permohonannya berbelit-belit.
“Kita harus telepon dulu, tunggu konfirmasi,” kata dia.
“Saya enggak bisa, saya harus menghitung jarak dan mengejar waktu.”
Tak jarang, kata Bari, ada pula rekan-rekannya yang meminta bantuan, tetapi tak direspons. Seharusnya, menurut Bari, pihak kepolisian bisa memberi toleransi untuk relawan untuk mengawal ambulans. Ia merasa terbantu dengan keberadaan relawan.
Paling tidak, ujarnya, kepolisian bisa bekerja sama dengan relawan, seperti RPAI. Apalagi, kehadiran mereka bisa meringankan beban kerja aparat keamanan.
“Kami tidak bisa sendiri. Kami pasti butuh bantuan,” ujar Bari.
Menurut anggota Komisi IX DPR, Darul Siska, Polri mesti memahami inisiatif baik relawan pengawal ambulans yang berasal dari warga sipil. Darul mengatakan, kegiatan pengawal ambulans merupakan bentuk tanggung jawab kemanusiaan dan sosial.
Meski begitu, politikus Partai Golkar itu menyadari, warga sipil tak punya wewenang melakukan pengawalan ambulans, seperti yang diatur dalam UU LLAJ. Akan tetapi, ia menyarankan Polri untuk mencari penyebab lahirnya komunitas relawan itu.
“Apakah karena keterbatasan jumlah polisi, fasilitas komunikasi, atau kendaraan polisi?” kata Darul saat dihubungi, Senin (24/5).
“Kalau polisi memang tidak melaksanakan tanggung jawabnya, maka keberadaan relawan ini harus diatur secara baik, dengan persyaratan tertentu agar tak bertentangan dengan UU.”
Menurut dia, bila hal itu dirasa perlu, maka undang-undang bisa direvisi. Kata dia, UU LLAJ pun sebenarnya sudah dilanggar secara massal dengan munculnya ojek online.
“Karena UU melarang kendaraan roda dua untuk digunakan sebagai angkutan umum,” ujarnya.
Darul menerangkan, keberadaan relawan pengawal ambulans dimungkinkan diberikan izin, sejauh dirasakan banyak manfaatnya. “Asal dilakukan secara baik dan bertanggung jawab terhadap keselamatan berlalu lintas,” ucap dia.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo menilai, eksisnya relawan pengawal ambulans perlu menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi Polri. Politikus PDI-P tersebut mengatakan, Polri bisa menyusun regulasi yang memberikan wewenang warga sipil untuk bisa mengawal kendaraan prioritas.
“Saya kira ini perlu ada suatu diskusi, sehingga mencari jalan yang terbaik,” tutur Rahmad saat dihubungi, Senin (24/5).
“Di satu sisi, SDM Polri terbatas, sedangkan ambulans kan urgent, ya. Membutuhkan jalan yang cepat. Ini menjadi pemikiran buat kepolisian, mencari solusi seperti apa.”