Rencana Kementerian Agama (Kemanag) mengoptimalkan dan merevitalisasi kembali progam bimbingan perkawinan (Bimwin) dan sertifikasi nikah, mendapatkan respons beragam dari sejumlah pihak.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, program ini baik untuk menyejahterakan keluarga. Program ini diperlukan agar calon pengantin (Catin) tahu segala hal, termasuk kesuburan dalam memiliki keturunan.
"Banyak pasangan usia subur yang sudah menikah tetapi tidak mengerti proses reproduksi. Padahal kalau ingin menghasilkan generasi unggul, harus menyentuh hulu proses reproduksi," kata Hasto di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta Pusat, Jumat (22/11).
Hal ini juga dapat menjawab permasalahan agar para Catin mendapatkan pembekalan, sebelum memutuskan diri untuk menikah.
"Contoh mereka nikah di bawah usia 19 tahun. Mungkin mereka tidak tahu nikah di bawah usia 19 tahun untuk perempuan berpotensi kanker mulut rahim karena mulut rahim belum matang betul," urainya.
Oleh karena itu, jika terealisasikan akan membantu program Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan generasi muda Indonesia lebih maju. Lebih dapat memikirkan masa depannya terlebih dahulu sebelum menentukan menikah.
Untuk diketahui, Bimwin bagi calon pengantin atau sering juga disebut kursus calon pengantin (Suscatin) merupakan salah satu program yang digiatkan pada jajaran Kantor Kementerian Agama melalui KUA di seluruh Indonesia.
Kegiatan tersebut merupakan program Kemenag yang dibiayai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Biaya Nikah dan Rujuk (PNBP NR). Dasar Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan berdasarkan Keputusan Dirjen Bimas Islam No.373/2017, tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin.
Bimwin bagi calon pengantin itu sendiri merupakan ikhtiar pemerintah melihat tingginya angka perceraian. Selain itu, Bimwin memiliki tujuan agar Catin bisa membangun keluarga yang mempunyai pondasi kokoh, karena banyak pasangan Catin di Indonesia belum tahu cara mengelola keluarga.
Sementara Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Amirsyah Tambunan mengatakan, masih ada hal yang perlu digodok untuk mengoptimalkan program sertifikasi perkawinan.
Sejak diterapkan percobaan pada 2017, program tersebut masih minim dalam konteks substansi materi. Oleh karena itu, perlu dikoordinasikan lagi agar program sertifikasi perkawinan berjalan terukur.
"Saya melihat program atau revitalisasi ini, masih banyak hal yang harus kita perbuat. Secara substansi materinya benar-benar menyinggung kebutuhan, agar output dari pelatihan ini bisa diukur," papar Amir di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta Pusat, Jumat (22/11).
Sejauh ini program sertifikasi perkawinan yang tengah berjalan, hanya bersifat persyaratan atau formalitas belaka. Berangkat dari itu, ia menyarankan agar Kemenag terlebih dahulu membuat pengkajian dengan beberapa stakeholder.
MUI sendiri menganjurkan, perlu ada modul bersama agar program ini menjadi efektif dan tidak sia-sisa. Modul yang dibuat harus sesuai dengan konteks agama, budaya, dan sosial yang berlaku di seluruh daerah.
"Setiap daerah memandang perkawinan berbeda-beda. Jadi saya sarankan kita bikin materi sama-sama," papar dia.