Resah peneliti BRIN kala gedung direnovasi
Gedung Biotek dan Gedung Botani di kawasan Cibinong, Bogor, hendak direnovasi. Renovasi Gedung Biotek dan laboratorium dimulai pada 23 Mei 2022, sedangkan Gedung Botani dan ruang kerja dilakukan 30 Mei 2022.
Rencana renovasi itu diketahui dari nota dinas Plt Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yan Rianto bertanggal 13 Mei 2022. Nota dinas ditujukan kepada Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan di BRIN, Iman Hidayat.
"Terkait hal tersebut dimohon Saudara dapat mengarahkan periset untuk mengosongkan ruang kerja dan laboratorium dimaksud," tulis Yan Rianto.
Gedung Botani adalah gedung tempat menyimpan koleksi referensi tumbuhan. Bersama Gedung Widyasatwaloka, kedua gedung merupakan sumbangan kaisar dan rakyat Jepang. Kedua bangunan dipisahkan jarak 50-an meter.
Jutaan koleksi tersimpan di dalamnya, di antaranya 1,5 juta koleksi serangga. Menurut profesor riset dan mantan peneliti ahli utama bidang kajian mikrobiologi dan biodiversitas Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Endang Sukara, Gedung Botani menyimpan koleksi terbesar ketiga dunia setelah Kew Garden di London, Inggris dan Leiden di Belanda.
"Gedung Botani/Mikrobiologi dan koleksinya adalah kebanggaan dunia ilmuwan," tegas Endang Sukara kepada Alinea.id, Rabu (18/5).
Sebelum diintegrasikan ke BRIN, kedua gedung dibawah pengelolaan LIPI. Menurut Dedy Darnaedi, di gedung bernama lain Herbarium Bogoriense itu tersimpan koleksi contoh tumbuhan Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.
Selain jutaan serangga, kata Dedy, setidaknya ada 1 juta koleksi tumbuhan. Koleksi berupa contoh-contoh tumbuhan dilengkapi bunga, buah, biji, fosil, dan lain-lain. Setiap lembar contoh tumbuhan ada catatan penting, seperti tanggal dan lokasi pengambilan. Juga catatan pemanfaatan oleh masyarakat lokal, bahkan ada informasi DNA.
Herbarium Bogoriense menyimpan koleksi tumbuhan Asia Tenggara terbanyak dibandingkan negara-negara ASEAN lain. Saat ini, kata Dedy, apa yang tersimpan di Gedung Botani menjadi acuan peneliti nasional dan internasional. Terutama untuk penetapan nama-nama ilmiah.
"Koleksi dikumpulkan sejak zaman kolonialisme Belanda. Ini menjadi referensi ilmiah kekayaan flora Indonesia," jelas mantan Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI itu kepada Alinea.id, Rabu (18/5).
Muslihat menggusur koleksi
Menurut Dedy, Gedung Botani masih relatif baru dan kondisinya masih bagus. Karena itu, bagi Dedy, gedung sama sekali tidak perlu direnovasi. Ihwal menambah ruang koleksi pun, kata dia, bukan prioritas penting.
Bersama Endang Sukara, Dedy Darnaedi adalah orang yang berjasa memindahkan herbarium dari Bogor ke Cibinong. Langkah itu dilakukan dengan bantuan dana hibah dari Jepang.
"Kalau koleksi seperti sekarang, 1 hingga 1,5 tahun (lagi) masih cukup. Kan sekarang BRIN tidak melakukan penambahan koleksi, lalu mau diisi apa (jika ada penambahan ruang koleksi)," tanya Dedy.
Kondisi Gedung Botani yang masih bagus juga dibenarkan ahli taksonomi yang tahu betul kondisi gedung itu. Kepada Alinea.id, Selasa (17/5), peneliti yang tak mau disebutkan jati dirinya itu berujar, "(Renovasi) itu mau mengobrak-abrik Gedung Botani sumbangan Jepang itu."
Menurut sang peneliti, renovasi hanya muslihat. Tujuan utama, kata dia, seperti yang terjadi pada Kebun Raya Bogor. "Di Kebun Raya Bogor dengan alasan renovasi gedung, semua staf diminta mengosongkan ruangan dan diobrak-abrik sampai sekarang tidak jelas," kata dia.
Ia curiga, tujuan utama renovasi adalah menggusur koleksi di gedung tersebut. Sejak awal tidak pernah ada diskusi ihwal renovasi atau pemindahan koleksi. Jika pun hendak dipindah, kata dia, sampai sekarang tidak tahu apa koleksi yang harus dipindah. Perintah pemindahan biasanya mendadak.
Hal berbeda disampaikan Witjaksono. Mantan Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI itu menjelaskan, peneliti di Gedung Biotek sudah banyak yang pindah ke Gedung Genomik yang baru selesai dibangun. Lokasi Gedung Genomik juga ada di kawasan Cibinong, Bogor.
Untuk penghuni Gedung Botani, kata Witjaksono, belum ada arahan tentang pengosongan. "Laboratorium di Gedung Botani (juga) belum diminta dikosongkan," kata peneliti penghuni Gedung Botani itu, Selasa (17/5).
Dibuat coworking space
Iman Hidayat membantah Gedung Botani dan Gedung Biotek akan dikosongkan. Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN itu menerangkan ruang akan dibuat menjadi coworking space. "Sehingga semua stakeholders bisa memanfaatkan fasilitas dengan baik," kata Iman kepada Alinea.id, Selasa (17/5).
Ihwal koleksi yang ada di gedung, jelas Iman, tidak akan diusik. Pembangunan gedung baru dimaksudkan untuk menampung koleksi-koleksi yang akan datang. Baik kekayaan hayati laut maupun darat. Akan ada dukungan peralatan dan teknologi terkini.
Menurut Iman, gedung lama sudah tidak mampu menampung tambahan koleksi. Iman memastikan tidak ada yang berubah dari yang sudah berjalan. "Semua sudah disosialisasikan sejak dua tahun lalu," jelas Iman.
Ihwal coworking space, diakui Witjaksono sudah tersedia. Siapa saja peneliti BRIN boleh menggunakannya. Termasuk untuk para peneliti di Kebun Raya Bogor yang kini kantornya dalam tahap renovasi.
Akan tetapi, ia mempertanyakan efektivitas kerja peneliti menggunakan coworking space. "Yang disampaikan pemerintah tak kalah bagus, yaitu WFA (working from anywhere). Apa metode kerja itu akan efektif? Apa ukuran keberhasilan kerja?" tanya Witjaksono.
Cerita gedung dan resah peneliti
Awalnya, kaisar dan masyarakat Jepang membantu pembangunan Gedung Widyasatwaloka. Karena puas, kaisar dan masyarakat Jepang kembali memberi bantuan Gedung Botani. Bantuan berupa gedung, ruangan, alat, dan staf. "Ini luar biasa. Dalam sejarahnya, tidak ada Jepang membantu dua kali di kantor yang sama," kata ahli peneliti utama taksonomi di BRIN.
Pada prasasti di dinding Gedung Widyasatwaloka tertulis: "Hibah Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia unyuk Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam rangka mempererat persahabatan kerja sama antara Jepang dan RI".
Prasasti Juli 1997 itu ditandatangani oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia Taizo watanabe dan Kepala LIPI Soefjan Tsauri. Gedung ini diresmikan oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno pada 29 Juli 1997.
Khusus untuk Gedung Botani, bantuan dari Jepang mencapai Rp200 miliar. Itu mencakup pembangunan gedung seluas 11.500 meter persegi senilai Rp150 miliar, dan Rp50 miliar sisanya bantuan peralatan.
Yang istimewa, gedung dirancang tahan gempa dengan kekuatan hingga magnitudo 7. Gedung dirancang tiga tahun dan didesain berlapis tiga untuk menjaga kelembapan dan tahan kelembapan tinggi. Gedung Botani diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.
Karena itu, sang peneliti yakin kaisar dan masyarakat Jepang akan kecewa jika mengetahui langkah terbaru petinggi BRIN ini. "Karena sebelum pandemi, anak kaisar Jepang selalu mengunjungi gedung untuk melihat spesimen koleksi untuk penelitian," kata peneliti itu.
Sejauh ini, para peneliti penghuni Gedung Widyasatwaloka masih aman. Belum ada edaran pengosong ruang. Namun, sumber Alinea.id itu membenarkan jika kepala pusat riset sudah meminta staf siap-siap.
"Kita sudah siap-siap mengais buku dan dokumen. Karena biasanya (untuk pindah) hanya diberi waktu hitungan hari," kata sang peneliti.
Keresahan peneliti juga dibenarkan oleh Dedy Darnaedi. Dari komunikasi dia dengan para peneliti, modus penggusuran ruang adalah yang paling meresahkan. "Peneliti tidak boleh ada di kamar sendiri-sendiri. Harus gabung. Entah untuk apa ruangannya. Saya gak ngerti pola pikirnya," kata dia.
Ia berharap, renovasi Gedung Botani dan Gedung Biotek benar-benar dimaksudkan untuk menambah ruang dan kapasitas menampung koleksi. "Kalau koleksi herbarium tumbuhan dan museum diobrak-abrik atau digusur entah ke mana, ini benar-benar gila," kata mantan Kepala Kebun Raya Bogor itu.