close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. Dokumentasi KPAI.
icon caption
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. Dokumentasi KPAI.
Nasional
Kamis, 04 Februari 2021 07:59

Respons KPAI atas SKB 3 Menteri

KPAI ingatkan pentingnya pembinaan dalam menegakkan aturan SKB 3 Menteri.
swipe

Surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri tentang penggunaan pakaian, seragam, dan atribut di lingkungan sekolah dinilai dapat menghentikan berbagai polemik intoleransi. SKB 3 menteri disebut pula dapat menjawab persoalan aturan seragam di sekolah negeri yang cenderung diskriminatif.

Ketentuan berhak memilih seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama dinilai perlu ditekankan. Sebab, penyelenggaraan pendidikan harus demokratis, berkeadilan, nondiskriminatif dan menjunjung tinggi HAM.

Terkait hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listyarti mengingatkan, dalam mewajibkan penggunaan jilbab untuk menutup aurat bagi muslimah harus diiringi dengan edukasi. Jadi, prinsip mendidik tanpa paksaan harus dilakukan dalam upaya membangun kesadaran bagi anak-anak ihwal auratnya.

“Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya, jadi tidak dipandang hanya sekedar seragam, namun menyadari makna mengapa harus menutup aurat,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (4/2).

Ia pun mengingatkan pentingnya pembinaan dan saksi tegas dalam penegakan aturan SKB 3 menteri ini. KPAI mendukung SKB 3 menteri mencabut aturan-aturan mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ditetapkan.

Namun, lanjutnya, sebelum pemberian sanksi, sosialisasi perundang-undangan lain perlu pula dilakukan untuk menyemai keberagaman dan mewujudkan nilai-nilai Pancasila.

“Harus diberikan pengetahuan juga tentang hirarki peraturan perundangan, bahwa aturan di level sekolah dan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya,” ujar Retno.

Pelanggar ketentuan dalam SKB 3 menteri tersebut akan diberikan sanki secara berjenjang tergantung siapa dan level pelanggarannya. Jika yang melakukan pelanggaran adalah pihak sekolah (kepala Sekolah, pendidik atau tenaga kependidikan), maka pemerintah daerah berhak menjatuhkan sanksi.

Selanjutnya, ketika pemerintah daerah (kabupaten/kota) melanggar, maka gubernur berhak menjatuhkan sanksi. Jika pelaku pelanggaran adalah gubernur, maka Kementerian Dalam Negeri berhak menjatuhkan sanksi.

Untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam ketentuan SKB 3 menteri itu dapat memberikan sanksi kepada sekolah terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.

“Hal ini memang kewenangan Kemendikbud yang dapat dipergunakan untuk memberikan tekanan dan sanksi kepada pihak sekolah yang membandel tidak mematuhi SKB 3 Menteri, meskipun ada plus minusnya. Misalnya, peserta didik yang bersekolah di tempat tersebut menjadi terdampak dalam pelayanan proses pembelajaran di sekolah yang berkualitas dan berkeadilan karena adanya penghentian bantuan pendanaan,” tutur Retno.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan