Persatuan Alumni (PA) 212 rencananya akan melangsungkan reuni di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada 2 Desember 2019.
Pada acara tersebut, juru bicara PA 212 Novel Bamukmin mengatakan akan mengundang secara eksklusif Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan tidak mengundang Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Namun, Ketua Panitia reuni PA 212 Awit Mashuri mengklarifikasi kabar tersebut. Ia membantah PA 212 tidak mengundang Prabowo dalam acara reuni PA 212 bulan depan.
"Ini begini, kita tutup saja pernyataan Ustaz Novel. Itu terlalu dini karena dia tidak merepresentasikan panitia reuni PA 212. Dia hanya anggota PA 212, bukan panitia yang tahu lapangan," kata Awit saat dikonfirmasi Alinea.id, Jumat (15/11).
Menurut Awit, acara reuni PA 212 terbuka untuk umum. Artinya siapa saja bisa hadir, sekalipun itu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Awit membantah keras bahwa pihaknya tidak mengundang Prabowo. Ia menegaskan, memang tidak ada undangan untuk pejabat tertentu.
"Reuni ini terbuka lil muslimin wal muslimat, bahkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dari awal kan bahkan banyak juga nonmuslim yang ikut juga di acara 212," lanjutnya.
Namun demikian, ihwal Anies, Awit membenarkan PA 212 mengundangya secara khusus. Akan tetapi, undangan tersebut hanya karena Anies merupakan pemangku tertinggi di wilayah DKI Jakarta yang menjadi tempat acara berlangsung. Anies, kata Awit akan memberikan sambutan pembuka sebagai tuan rumah.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jendral (wasekjen) Partai Gerindra Andre Rosiade menerangkan, pihaknya tidak masalah jika kabar PA 212 tidak mengundang Prabowo dalam acara reuni PA 212.
Bagi Partai Gerindra, keputusan tersebut sepenuhnya menjadi hak PA 212 dan Partai Gerindra menghormatinya. Dalam urusan reuni PA 212, Partai Gerindra tidak berhak ikut campur.
"Hanya tentu, harapan kita acara apapun yang diadakan di Indonesia, harapan kita tentu acara dapat berlangsung aman tercapai tanpa halangan," papar Andre.
Diakui Andre, secara hubungan, PA 212 dan Partai Gerindra tidak ada masalah. Silaturahmi atau komunikasi masih terjalin.
Aksi 212 diawali sebagai demonstrasi menuntut Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk diadili lantran tersangkut kasus penistaan agama.