Mantan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, menilai tindak pidana ujaran kebencian (haatzaai artikelen) perlu dihapus dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penghapusan ini menjadi bentuk semangat demokratisasi yang dinilai penting untuk melandasi pembaharuan hukum pidana dalam KUHP.
Gayus mengatakan, KUHP yang berlaku saat ini masih bersumber dari hukum kolonial Belanda. Adapun konteks ujaran kebencian dalam KUHP saat ini, merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan ungkapan permusuhan dan penghinaan terhadap Belanda pada saat itu.
"Dengan alasan untuk mencegah agar kegiatan penyampaian pendapat di muka umum tidak menjadi anarkis," kata Gayus dalam "Seminar Nasional Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana" di Jakarta, Kamis (28/3).
Gayus juga berpendapat ujaran kebencian merupakan tindak pidana formil, sehingga harus diganti dengan tindak pidana materil.
Selain demokratisasi, revisi KUHP juga harus dilandasi semangat dekolonisasi, konsolidasi, dan harmonisasi hukum pidana nasional.
"Dekolonisasi hukum pidana perlu dilakukan dalam bentuk re-kodifikasi KUHP yang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie, yang merupakan warisan kolonial Belanda, untuk disesuaikan dengan situasi bangsa saat ini," kata Gayus.
Dalam konsolidasi hukum pidana, perlu dilakukan penyesuaian kembali regulasi yang berada di dalam maupun diluar KUHP dengan Buku I KUHP.
Gayus mencontohkan sejumlah peraturan hukum diluar KUHP, seperti Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Sedangkan dalam aspek harmonisasi hukum pidana nasional, Gayus menyebut perlu dilakukan penyesuaian dengan perkembangan hukum yang terjadi, baik dari adanya perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, maupun dari perkembangan nilai, standar, serta norma yang diakui oleh negara yang mempunyai kualitas hukum yang baik.
"Dalam hal ini, harmonisasi hukum pidana perlu dilakukan terhadap perkembangan tindak pidana internasional, yang bersumber dari berbagai konvensi internasional," ujar Gayus.