Isi draf revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) potensial menjadikan kepolisian sebagai lembaga super di bidang penyidikan. Jika lolos tanpa perubahan draf, RUU Polri memungkinkan kepolisian turut mengatur penyidik pegawai negeri sipil (PNS).
Disebutkan dalam Pasal 14 Ayat 1 G yang menjelaskan bahwa polisi berwenang mengawasi dan membina teknis penyidik PPNS. Tak hanga itu, polisi juga diberi kewenangan memberikan rekomendasi pengangkatan PPNS dan penyidik lain sebelum diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pakar hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini menilai RUU Polri bisa membuat semua PPNS di seluruh lembaga dan kementerian menjadi perpanjangan tangan Polri. Pasal itu membuka peluang penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
"Karena kalau koordinasi supervisi penanganan kasus, misalnya seperti KPK, selama ini kan sudah ada berdasarkan hasil revisi Undang-Undang KPK tahun 2019. Kalau bukan soal kasus yang dikoordinasikan, diawasi, dibina berarti semua pada akhirnya berada di bawah kendali Polri nanti," ucap Orin kepada Alinea.id, Senin (3/6).
Orin juga mempersoalkan kewenangan Polri untuk memilih dan merekomendasikan kandidat di lembaga penegak hukum lain. Sebagai personel yang direkomendasikan Polri, PPNS kemungkinan tak akan berani mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri. "Semisal PPNS di KPK mengusut kasus korupsi di Polri? Lagi-lagi ujungnya abuse of power," ucap Orin.
Menurut Orin sebaiknya, kedudukan Polri tetap berpijak pada Pasal 6 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dietapkan dalam beleid itu, penyidik Polri dan PPNS itu memiliki kedudukan setara. "Lakukan saja tugas masing- masing sesuai lingkup lembaganya," cetus Orin.
Alih-alih disubordinasi, menurut Orin, seharusnya peran dan kedudukan PPNS diperkuat. Meskipun disetarakan KUHAP, secara fakual, PPNS tak bisa bergerak sendiri sebagaimana penyidik Polri. PPNS harus berkoordinasi dengan Polri dalam menangkap, menahan tersangka, dan menyampaikan berkas kepada penuntut umum.
"Bahkan tidak jarang malah pada sektor tertentu, misalnya illegal logging justru dihambat dengan ketentuan-ketentuan itu. Kalau UU Polri malah memberikan kewenangan sedemikian rupa, maka kita tidak bisa berharap banyak untuk penegakan hukum yang baik ke depannya. Ini justru langkah mundur yang kesekian kali," ucap Orin.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto sepakat revisi UU Polri tidak semestinya terlalu jauh mengatur PPNS di kementerian dan lembaga. Apalagi, eksistensi PPNS sudah diatur oleh UU terkait lembaga dan kementerian masing-masing.
"Misalnya PPNS (Ditjen) Bea Cukai diatur UU Bea Cukai, PPNS (Ditjen) Imigrasi juga diatur dalam UU Imigrasi. Fungsi kepolisian adalah menjalankan koordinasi berkaitan sebagai penyidik dalam penegakan hukum," ujar Bambang kepada Alinea.id.
Sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Koordinasi Pengawasan Dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk Bentuk Pengamanan Swakarsa, tugas Polri hanya mengoordinasi PPNS. Bambang menilai semestinya hubungan antara PPNS dan Polri hanya sebatas persoalan koordinasi.
"Dengan memasukan menjadi pasal tersendiri bisa berarti adalah memberi kewenangan kepolisian lebih besar untuk mengatur PPNS melebihi perundangan yang menaungi PPNS tersebut. Padahal, kepolisian tidak memiliki kompetensi terkait masing-masing bidang di mana PPNS tersebut bertugas. Dengan revisi tersebut, potensi berkurangnya independensi PPNS," kata Bambang.
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi juga tidak sependapat bila kepolisian dibiarkan "menguasai" PPNS kementerian dan lembaga. Sesuai UU Polri yang lama, kewenangan kepolisian dibatasi.
"Tetapi dalam RUU Polri baru, seharusnya substansi penyidikan diserahkan pada masing K/L (kementerian dan lembaga) karena sudah ada perundangan masing-masing K/L. Ini perlu tata kelola penyidikan yang lebih baik dan spesifik," ucap Josias .