close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminpin sertijab Pamen Polri/Antara Foto.
icon caption
Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminpin sertijab Pamen Polri/Antara Foto.
Nasional
Minggu, 13 Mei 2018 21:26

Revisi UU Teroris mangkrak, Kapolri minta Perppu

Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta revisi UU Nomor 13 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dipercepat.
swipe

Tarik ulur revisi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian jengah. Terlebih dengan adanya teror yang menyasar tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5) pagi.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) itu menegaskan, negara membutuhkan dukungan lebih, terutama terkait regulasi baru yang mengikat bagi para teroris yang kembali dari Suriah.

"Ada 500 orang termasuk keluarga (pelaku bom Surabaya) ini, diduga," jelas Tito seperti dilansir dari Antara.

Orang nomor satu di korps Bhayangkara ini mengaku jajarannya tidak bisa berbuat apa-apa jika mereka tidak melakukan pidana. Sebaliknya, ranah penyelidikan Polri bagi para pendukung Islamic State in Iraq and Syiria (ISIS) ialah penggunaan paspor palsu.

"Tapi kalau mereka tidak melakukan apa-apa ya tidak bisa," keluhnya.

Bahkan, Tito mengadu ke Presiden Joko Widodo agar membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Terorisme jika proses di legislatif berlangsung lama. Menurutnya, UU Terorisme yang digunakan sebagai payung hukum saat ini bersifat responsif karena Polri baru bisa bertindak jika terdapat aksi teror. Alhasil, Polri tak bisa membasmi sel-sel teroris yang tersebar di Indonesia.

"Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)," paparnya.

Polemik revisi UU Teroris juga sempat melibatkan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Terlebih Hadi pernahmengatakan bahwa korps militer memiliki peran dalam membantu menanggulangi tindak pidana terorisme. Mantan KSAU itu pun mengirim surat bernomor B/91/I/2018 yang berisi saran rumusan peran TNI. Melalui surat itu, ia mengusulkan perubahan nama UU, definisi terorisme, dan perumusan tugas TNI.

Satu pasal yang diajukan adalah pasal 43 h yang terdiri dari 3 ayat. Ayat pertama, tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Ayat kedua, dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui pencegahan, penindakan, dan pemulihan berkordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan atau kementerian lembaga terkait.

Ayat ketiga, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dalam peraturan presiden.

Sedangkan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengimbau agar dalam revisi UU Terorisme diperjelas siapa yang akan menjadi leading sector-nya, apakah Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), TNI atau Polri.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan