Indonesia mengucurkan US$15,5 juta untuk memerangi TBC, HIV/AIDS, dan malaria di tingkat global melalui The Global Fund. Sebanyak US$10 juta di antaranya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Indonesia untuk pertama kalinya melangkah maju tidak hanya sebagai negara penerima, tetapi juga sebagai negara donor kemitraan publik dan swasta," ucap Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Sadikin, dalam The Global Fund 7th Replenishment Conference, New York, Amerika Serikat (AS), pada kamis (22/9) waktu setempat.
Sementara itu, sebanyak US$5,5 juta lainnya berasal dari swasta. Perinciannya PT Kalbe Farma Tbk US$1,5 juta, Sinarmas US$2 juta, Tanoto Foundation US$1 juta, serta Paloma Foundation dan Peter Sand US$1 juta.
The Global Fund merupakan organisasi pembiayaan dan kemitraan internasional berbasis di Jenewa, Swiss, yang beroperasi sejak 2022. Sejak 2003 hingga kini, sebesar US$1,45 miliar atau sekitar Rp20,89 triliun telah dikucurkan The Global Fund kepada Kemenkes dan komunitas untuk program penanggulangan HIV/AIDS, TBC, dan malaria.
The Global Fund mengumpulkan dan menginvestasikan uang dalam siklus 3 tahun dan dikenal sebagai replenishment. Pendekatan ini diadopsi pada 2005 agar pembiayaan lebih stabil dan dapat diprediksi guna memastikan keberlanjutan program.
Melansir situs web Kemenkes, sebanyak 48 negara dan lebih dari 25 sektor swasta berkontribusi dalam replenishment Global Fund hingga 3 tahun ke depan. Nilai kontribusinya mencapai US$14,25 miliar.
Budi Sadikin menambahkan, investasi oleh Indonesia sebagai implementasi dari transformasi kesehatan. Pendanaan akan dimanfaatkan untuk pengembangan obat baru dan vaksin TBC.
Selain itu, membangun kapasitas laboratorium genome sequencing untuk mengidentifikasi virus dan bakteri yang lebih akurat. Pun demikian dengan alat diagnostik untuk mendeteksi TBC.