Indonesia saat ini dinilai tidak memiliki kapasitas keuangan memadai untuk membiayai pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. Demikian disampaikan pendiri Narasi Institute sekaligus ekonom senior, Fadhil Hasan.
“Hutang pemerintah yang terus meningkat yang sekarang diperkirakan berjumlah Rp6,300 triliun, dan diperkirakan akan berjumlah Rp10.000 triliun. Pada 2024 sudah cukup membebani perekonomian. Apalagi penerimaan negara dari sektor pajak justru semakin menurun diukur dari tax ratio-nya. Tax ratio terus mengalami penurunan dari 10,2% pada tahun 2018 menjadi 7,9% pada tahun 2020," jelasnya dalam Diskusi Narasi Insitute, Jumat (16/4/21).
Fadhil melanjutkan, saat sumber daya semakin terbatas dan negara sedang dihadapkan pada upaya penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi, membangun ibu kota baru sungguh bukan merupakan prioritas saat ini.
"Ini hanya akan menambah beban perekonomian dan persoalan yang lebih rumit bagi pemerintah. Legacy yang ingin ditorehkan Jokowi akan berakhir sebagai misery (penderitaan) bagi masyarakat banyak,” ujar Fadhil.
Pemerintah, dalam membangun IKN, berargumen bahwa sebagian besar dana untuk pembangunan ibu kota baru berasal dari investor dan swasta. Namun, jelas Fadhil, partisipasi swasta bisa terealisasi jika kondisi perekonomian dalam keadaan baik, dengan tren yang meningkat dan kondisi iklim investasi kondusif.
“Partisipasi swasta tentunya bisa terealisasi jika kondisi perekonomian dalam keadaan baik dengan tren yang meningkat dan kondisi iklim investasi kondusif. Namun, kedua hal tersebut sekarang ini belum nampak bahkan kini ekonomi masih dalam taraf awal pemulihan, itu pun jika penanganan pandemi Covid-19 berjalan baik. Iklim investasi pun belum membaik walaupun UU Cipta Kerja dan produk turunannya sudah dibuat," ujarnya.
Menurut Narasi Institute, pemindahan IKN bukan kebutuhan yang serta merta mendesak saat ini. Dalam keterbatasan anggaran, hal yang lebih prioritas yakni pemulihan ekonomi, penanganan kesehatan, pengembangan SDM, transformasi ekonomi, pemerataan pembangunan infrastruktur yang produktif, dan pengembangan daya saing produk nasional. Jika semua sudah bisa normal dan berjalan baik serta merata pemindahan ibu kota negara dirasa dapat dipertimbangkan.