Diperlukan model, materi, dan fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan zaman yang semakin kompetitif guna melahirkan siswa berkualitas selain menguasai matematika, ilmu pengetahuan alam (IPA), teknologi, dan tanggap menghadapi berbagai tantangan kehidupan sehari-hari.
"Alhamdulillah, beberapa kabupaten di Riau telah mengadopsi sejumlah inovasi untuk perluasan pendidikan berkualitas di tingkat SD dan SMP, seperti digitalisasi dalam pembelajaran di sekolah maupun pengembangan profesional guru," ucap Gubernur Riau, Syamsuar, dalam diskusi "Peningkatan Sebaran Pendidikan Berkualitas: Merumuskan Konsensus Pemerintah, Sekolah, dan Guru di Provinsi Riau", Kamis (1/12).
Syamsuar mengungkapkan, pola saling berbagi ilmu antarguru juga sedang dikembangkan di Riau. Selain itu, mengembangkan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah melalui berbagai pelatihan.
Sekolah juga mulai mengadopsi Kurikulum Merdeka yang berpusat pada siswa. Selain itu, tengah dipraktikkan mekanisme pemantauan kinerja guru dan kepala sekolah oleh otoritas pendidikan.
Diskusi ini menyoroti sejumlah isu krusial yang perlu ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Misalnya, kurangnya jumlah dan sebaran merata guru terlatih dan penggunaan anggaran pemerintah daerah (pemda), yang lebih banyak untuk belanja pegawai.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, M. Job Kurniawan, pun berkomitmen meningkatkan jumlah guru PNS di wilayahnya. Sejauh ini, Riau menjadi provinsi dengan formasi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) kedua terbesar secara nasional.
Namun, masih diperlukan insentif tambahan guna mendorong penyebaran guru berkualitas secara merata. "Walau formasi P3K banyak di Riau, permasalahannya masih banyak guru yang tidak mau ditempatkan di daerah terpencil," kata Direktur Utama Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja.
Di sisi lain, para peserta diskusi menyepakati beberapa hal kunci demi meningkatkan sebaran pendidikan berkualitas. Misalnya, perlunya penyelarasan sistem pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek); Kementerian Agama (Kemenag); Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB); serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Terkait Kementerian Agama, dibutuhkan penyelarasan pengelolaan data antara sekolah negeri dan sekolah keagamaan. Terkait Kemenpan RB, dibutuhkan kebijakan khusus terkait formasi kepala sekolah dan pengawas di daerah 3T. Terkait Kemendagri, dibutuhkan nomenklatur khusus terkait kegiatan peningkatan pendidikan berkualitas agar kepala sekolah dan dinas tidak ragu-ragu dalam memasukkan anggaran untuk pendidikan berkualitas," tutur Dinna.
Selain itu, peserta menyepakati pentingnya data rapor pendidikan menjadi acuan bersama dalam perencanaan peningkatan sebaran pendidikan berkualitas. Berikutnya, pemanfaatan sumber belajar berbasis teknologi yang open access dan perlunya kebijakan pendidikan provinsi bersinergi dengan kabupaten/kota.
Isu lain yang mendapat perhatian serius adalah angka anak putus sekolah dan anak tidak sekolah sama sekali karena jumlahnya cukup banyak. Dengan demikian, perlu ditindaklanjuti dengan langkah dan data konkret.
Masalah disabilitas juga menjadi tema menarik peserta diskusi. Surat Keputusan (SK) Bupati Siak dinilai bisa menjadi contoh baik lantaran pemda menyediakan anggaran untuk memberikan guru pendamping anak berkebutuhan khusus di tingkat kecamatan.