Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status darurat pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan. Status darurat yang mulai ditetapkan hari ini, akan berlaku hingga 31 September 2019 mendatang.
"Mulai hari ini kita tetapkan keadaan darurat pencemaran udara di Provinsi Riau," kata Syamsuar di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (23/9).
Menurutnya, status ini akan kembali dievaluasi di akhir masa berlakunya. Jika kondisi udara tidak membaik, status ini akan diperpanjang.
Namun demikian, Syamsuar yang merupakan Komandan Satuan Tugas Karhutla Riau ini berharap keadaan berubah menjadi lebih baik. Dia berharap hujan segera turun agar titik api karhutla yang berada di wilayahnya dapat segera padam, sehingga polusi udara dan kabut asap dapat ditekan.
Selain menetapkan status darurat, Pemprov Riau juga menyediakan tempat evakuasi bagi warga yang terkena dampak asap akibat pencemaran udara yang disebabkan karhutla. "Misalnya anak-anak, termasuk ibu hamil dan orang tua yang asma, akan dirujuk ke rumah sakit," katanya.
Penetapan status darurat ini dilakukan setelah kabut asap di Riau terus memburuk dalam tiga hari terakhir. Di Pekanbaru hari ini, udara masih berselimut kabut asap dengan bau menyengat.
Berdasarkan alat pemantau polutan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, angka pencemaran udara partikel PM10 sejak Minggu malam hingga Senin pagi telah melebihi kategori berbahaya. Angkanya berada di kisaran 500 hingga 700, dan menyebabkan jarak panjang hanya berkisar 500 meter.
Selain berasal dari karhutla yang terjadi di Riau, kabut asap di Pekanbaru juga berasal dari Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan yang dilanda kebakaran lebih besar.
BMKG Pekanbaru menyatakan, pada pukul 06.00 WIB hari ini titik panas terdeteksi di Sumatera sebanyak 1.591 titik. (Ant)