Amnesty Internasional Indonesia menyerahkan 1.796 surat untuk mendesak Jaksa Agung agar segera menuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Tragedi Semanggi I dan II.
Amnesty mengajak publik menyuarakan dukungan terhadap perbaikan kondisi HAM di Indonesia melalui kampanye penulisan surat Pesan Perubahan atau PENA.
Melalui surat tersebut, Amnesty juga mendesak pemerintah mengambil langkah nyata untuk memenuhi, melindungi dan menghormati HAM.
“Kami berharap surat-surat ini dapat mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat, dan memastikan hak atas keadilan bagi seluruh korban dan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12).
Diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menilai Jaksa Agung telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena menyatakan Tragedi Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat. Hal itu tertuang dalam dalam keputusan No: 99/G/2020/PTUN-JKT pada 4 November lalu.
Namun, Tim Kuasa Hukum Jaksa Agung telah menyatakan rencananya untuk mengajukan banding atas keputusan tata usaha tersebut.
"Rencana Jaksa Agung untuk banding semakin menunda keadilan bagi korban dan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II,” katanya.
Sementara Maria Katarina Sumarsih, ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan, salah satu korban penembakan Tragedi Semanggi I, juga menyatakan harapannya agar tim Kejaksaan Agung mencabut niatan banding keputusan PTUN.
“Saya selaku keluarga korban mengeluarkan gugatan ini bukan karena dendam kepada Kejaksaan Agung, melainkan meminta agar institusi negara melakukan kewajibannya,” tutur Sumarsih.
Banyaknya jumlah penulis surat yang menyuarakan kasus ini, lanjut Sumarsih, menjadi harapan bagi kami agar DPR dapat melakukan introspeksi.
"Sebagai lembaga pengawasan pemerintah Indonesia, DPR bertanggung jawab untuk mendorong dan mendesak pelanggaran HAM berat agar dapat segera diselesaikan,” ucap Sumarsih.