Ribuan warga dari berbagai daerah di Privinsi Aceh melakukan peringatan 14 tahun gempa dan tsunami yang terjadi di wilayah itu. Para warga melakukan doa dan zikir, serta ziarah ke kuburan massal korban bencana.
Peringatan dengan doa dan zikir, dipusatkan di Masjid Tgk Chik Mahraja Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh besar, Rabu (26/12). Doa dan zikir dipimpin Ustaz Zamhuri Ramli yang dirangkai tausiah dari Ustaz Abdul Somad.
Warga terus berdatangan sejak pagi. Jemaah laki-laki dan wanita berkumpul secara terpisah.
"Ini untuk yang kesekian kalinya kami mengikuti doa dan zikir bersama untuk korban tsunami Aceh," kata Muhammad Hasbi, warga Peukan Bada, Aceh Besar, Rabu (26/12).
Hasbi merupakan salah satu warga yang menjadi korban tsunami Aceh pada akhir 2004 lalu. Dia mengaku banyak anggota keluarganya yang meninggal dan hilang pada Minggu pagi 14 tahun lalu.
Hasbi menyatakan, dirinya dan para korban selamat selalu mengikuti peringatan ini untuk mengenang para korban. Peringatan ini menjadi pengingat sekaligus digunakan untuk mendoakan para korban meninggal dan hilang.
"Selain untuk mendoakan, kehadiran saya juga untuk mengenang mereka. Peringatan bencana tsunami juga sebagai bentuk refleksi bahwa masyarakat Aceh pernah mengalami bencana besar," katanya.
Selain mengikuti peringatan di Peukan Bada, sebagian warga Aceh juga melakukan ziarah dan doa di kuburan massal korban tsunami di Aceh Barat. Terdapat dua lokasi kuburan massal di wilayah ini, yaitu di Ujung Karang, Desa Suak Indra Puri, kecamatan Johan Pahlawan dan di Desa Beureungang, Kecamatan Kaway XVI.
Irna (42), salah seorang warga yang merupakan korban selamat tsunami Aceh, mengaku kerap berziarah ke Ujung Karang, meskipun tak tahu pusara keluarganya. Ia kehilangan orangtuanya dalam bencana tsunami yang dipicu gempa berkekuatan 9,3 skala richter tersebut.
"Di sini juga berdoa, sambil menabur air dan bunga serta membaca yasin, walau pun tidak tahu yang mana pusara orang tua saya," kata Irna di kuburan massal korban tsunami di Pantai Ujung Karang, Meulaboh.
Ia mengaku kehilangan keluarga dan seorang anak tunggalnya saat bencana itu datang, mereka dulunya tinggal di kawasan Desa Suak Indra Puri yang pernah menjadi pusat rekreasi warga Aceh karena panorama alam dan lautnya.
"Setiap tahun saya bersama suami datang ke sini, baca Yasin, berdoa, dan berzikir, walaupun tidak ada kegiatan seremonial pemerintah. Tahun lalu di sini ada kegiatan dan tahun ini dipusatkan di Masjid Agung," sebut guru sekolah di Aceh Barat itu.
Pada Minggu (26/12) pagi 2004 lalu, sekitar pukul 8.58 WIB, gempa berkekuatan 9,3 skala richter mengguncang Samudra Hindia. Guncangannya tak cuma dirasakan di Indonesia, tapi juga 13 negara lain hingga ke Benua Afrika.
Goncangan gempa memicu tsunami setinggi 30 meter dan menewaskan total lebih dari 200.000 jiwa di semua negara. Indonesia menjadi negara yang terdampak paling parah, dengan korban yang diperkirakan mencapai 150.000 jiwa. Selain itu, 37.063 orang dinyatakan hilang dan lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal. (Ant)