close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Desain ibu kota yang baru di Kalimantan Timur. / Kementerian PUPR
icon caption
Desain ibu kota yang baru di Kalimantan Timur. / Kementerian PUPR
Nasional
Senin, 26 Agustus 2019 23:03

Ridwan Kamil tak setuju dengan desain ibu kota baru

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak setuju dengan desain ibu kota baru di Kalimantan Timur.
swipe

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak setuju dengan desain ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Arsitek yang akrab disapa Kang Emil itu menilai desain ibu kota yang baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, tersebut kurang tepat.

"Kalau sudah jadi pertimbangan pemerintah pusat dan DPR saya kira kita dukung. Cuma sebagai arsitek saya melihat desain dan asumsi ibu kota baru banyak hal-hal kurang tepat," kata Ridwan Kamil di Bandung, Senin (26/8).

Dia menilai luas lahan ibu kota Indonesia yang baru terlalu luas. Padahal, luas lahan ibu kota yang baik itu tidak terlalu luas lahannya agar tidak boros infrastruktur.

"Asumsinya lahannya terlalu luas, 200.000 hektare untuk 1,5 juta penduduk, menurut saya boros lahannya. Contohnya Brasil, itu Brasilia sampai sekarang tanahnya terlalu luas, manusia tidak betah dan lain-lain. Myanmar juga sama sepi," kata dia.

Salah satu contoh pemindahan ibu kota yang benar dan tepat dilakukan oleh Amerika Serikat ke Washington DC.

"Yang betul itu Washinton DC. Itu ibu kota 700.000 orang hanya 17.000 hektare. Jadi kalau 1,5 juta orang tanahnya hanya cukup 35.000 hektare. Akan dihuni 1 juta orang tapi lahannya 200.000 hektare. Itu kebayang borosnya aspal, kabel, infrastruktur hanya untuk mengakomodir penduduk itu," kata dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi menetapkan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara Republik Indonesia yang baru. (Ant)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kenapa ibu kota harus pindah? Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Bahkan, sebagai lokasi bandar udara dan pelabuhan laut terbesar di Indonesia. Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara dan air kota ini harus segera kita tangani. Ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Bukan. Ini karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meski sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah. Selain itu, beban Pulau Jawa juga semakin berat. Penduduknya sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia, dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa. Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat itu.

A post shared by Joko Widodo (@jokowi) on

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan