Dinamika politik dalam iklim demokrasi meniscayakan gejolak aspirasi dan akomodasi. Karena itu, jika ada perbedaan pendapat dan pandangan seharusnya dicarikan titik temu solusinya, bukan bertindak anarkis.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo meminta masyarakat juga harus selektif dan cerdas dalam memilah informasi agar tidak terpancing provokasi apalagi sampai berbuat anarkis.
"Demokrasi dijalankan dengan kebebasan untuk menjamin aspirasi. Tapi, merusak fasilitas umum, menghancurkan fasilitas negara itu tidak bisa ditolerir, harus ditindak tegas. Sebab, ini bisa merusak keadaban kehidupan berbangsa dan bernegara kita," kata Romo Benny, panggilan akrabnya, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/10).
Romo Benny menerangkan, sebetulnya tindakan anarkistis ini adalah pelanggaran terhadap hak publik dan juga pelanggaran terhadap orang untuk mendapatkan rasa aman, tenteram, dan damai.
Padahal, menurut dia, setiap ada pelanggaran konstitusi seharusnya masuk dalam uji materi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemerintah dalam hal ini juga harus lebih transparan. Kemudian memberi respons kepada masyarakat melalui tanggapan terbuka sehingga tahu keberatannya di mana. Tentu sudah ada kesempatan untuk melakukan uji materi. Adu argumen dan data di situ saja," tutur Benny.
Romo Benny menjelaskan, MK sudah ada mekanisme untuk menentukan perkara ini, maka sebaiknya dilakukan saja uji materi di sana, bukan malah melakukan tindakan anarkistis.
Menurut dia, ketika anarkis terjadi, pemerintah harus tegas dan berani memutus tali kekerasan dengan menindak siapapun pelaku, provokator serta penyandang dananya.
"Itu harus transparan diungkapkan ke publik, supaya tidak menimbulkan salah penafsiran yang berbeda-beda. Karena ini pelanggaran hukum yang tidak ada kaitannya dengan motif-motif yang lain," bebernya.
Masyarakat, menurut Romo Benny, juga harus melihat persoalan itu secara utuh jangan sepotong-sepotong, karena pemberitaan yang tidak utuh inilah kemudian masyarakat terprovokasi, maka harus cerdas dan selektif dalam memilah pemberitaan-pemberitaan sehingga masyarakat tidak mudah terprovokasi.
"Media harus mampu juga memberitakan kebenaran karena sangat penting untuk membangun dialog yang konstruktif dan tidak emosional. Kita berharap media massa itu menggunakan strategi yaitu media damai," ucap dia.
Benny juga mengaku, keterlibatan anak-anak sekolah, khususnya SMA/SMK dalam aksi yang berujung anarkis ini. Menurut dia, anak-anak ini mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme sebagai cara mengatasi masalah yang sebetulnya itu salah. Romo Benny menilai, ada yang salah dalam sistem pendidikan saat ini.
"Kita gagal dalam pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan itu sehingga anak-anak akhinya menjadi objek dari eksploitasi. Anak-anak itu, sebetulnya kurang memahami masalah dan realita, tapi lebih digerakkan oleh emosi dan solidaritas," ungkapnya.
Menurut dia, hal ini adalah pekerjaan rumah besar bagi Menteri Pendidikan untuk berani mengoreksi sistem pendidikan yang ada. "Ini harus dicarikan solusi agar anak-anak sekolah ini punya harapan untuk masa depannya dan diarahkan energi mereka untuk menambah keterampilan, bukan untuk brutalisme," beber dia.
"Kalau anak-anak itu mampu kreatif dan inovatif serta berpikir kritis maka mereka tidak akan mudah terjebak ke dalam vandalisme itu," tambahnya.