Peraturan Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK) sudah dipertimbangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera diterbitkan. Sinyal baik itu diterima Rohaniawan Romo Franz Magnis Suseno saat bertemu Jokowi bersama 40 tokoh nasional lainnya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).
"Dia (Jokowi) mengatakan akan mempertimbangkan terbitnya perppu KPK tidak," ujar Franz Magnis di Gedung Margasiswa I, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).
Terlepas dari itu, Jokowi dianggap wajib berpihak pada Perppu KPK mengingat janji politik yang gencar disampaikannya saat kampanye.
"Saya sendiri termasuk yang mengharapkan presiden mengeluarkannya, kalau beliau tidak mengeluarkan, berarti beliau mengingkari kata-katanya dulu yang pernah mengatakan tetap keras dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.
Alasan Perppu KPK ini wajib untuk diterbitkan demi menekan ketimpangan antar masyarakat selanjutnya memberantas radikalisme. Selain itu, Perppu KPK dianggap penting demi menjada wibawa elit politik di hadapan masyarakat.
Sementara Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuding Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laoly sebagai biang kerok penyebab disahkannya Revisi Undang-Undang (RUU) KPK. Untuk itu, pengangkatan kembali Yasonna sebagai menteri yang sama menurutnya adalah keputusan gegabah.
"Seharusnya tidak dipakai lagi, kalau lihat riwayatnya, dialah (Yasonna) yang sebenarnya paling menjebak presiden sampai menandatangani Revisi UU KPK," ujar Abdul.
Tak heran bila kini harapan publik lebih mengarah kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebagai pejabat publik yang paling getol membela independensi KPK demi memberantas korupsi. Untuk itu, Abdul berharap Mahfud dapat memiliki strategi khusus untuk mendorong presiden mengeluarkan Perppu KPK yang dianggap dapat menyelamatkan lembaga antirasuah itu.
"Saya kira Pak Mahfud punya strategi sendiri, jangan juga kita dorong selalu ya, nanti dia tidak enak juga dengan Jokowi. Saya kira kita serahkanlah dengan strateginya diam-diam untuk menghasilkan itu (Perppu KPK) ya, saya percaya pak Mahfud punya komitmen yang sama ketika dia masih diluar (jabatan menteri)," tuturnya.
Abdul berharap Perppu KPK bisa diterbitkan presiden sebelum 2019 berakhir. Jika tidak, maka artinya tidak akan ada perppu sama sekali.
Selanjutnya, Abdul menambahkan akan ada konsekuensi politik yang diterima Jokowi jika batal mengeluarkan Perppu KPK.
"Konsekuensi tentu mulai dari tergerusnya kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi hingga pemerintahan Jokowi yag beresiko dinilai melemahkan pemberantasan korupsi," katanya.