close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengecekan suhu tubuh siswa sebelum mengambil token ujian penilaian akhir tahun PAT di SMK Dwija Bhakti, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (2/6)/Foto Antara/ Syaiful Arif.
icon caption
Pengecekan suhu tubuh siswa sebelum mengambil token ujian penilaian akhir tahun PAT di SMK Dwija Bhakti, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (2/6)/Foto Antara/ Syaiful Arif.
Nasional
Minggu, 07 Februari 2021 12:29

Rujukan sanksi dalam SKB 3 Menteri dinilai tidak jelas

SKB 3 Menteri juga tidak mengatur siapa yang akan melakukan pengawasan.
swipe

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI), Mansur, menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri soal seragam sekolah tidak mengatur mekanisme pengawasan. Juga tidak mengatur siapa yang akan melakukan pengawasan. 

Menurutnya, SKB 3 menteri hanya berharap korban (peserta didik, orang tuanya, hingga pendidik) mengadu via luring atau daring untuk upaya tindak lanjut pemberian sanksi. Bila tidak ada pengaduan karena korban takut mengadu, lanjut Mansur, apakah budaya intoleran di sekolah negeri tetap dibiarkan.

Sebagaimana ketentuan dalam SKB 3 Menteri, pemerintah daerah (pemda) dan sekolah terkait diberi tenggat waktu 30 hari untuk mencabut aturan yang bertentangan.

“Saya kira ini sangat sulit dilakukan mengingat sampai dengan saat ini SKB ini belum tersosialisasi dengan baik. Apalagi kami menilai bahwa efektifitas dari SKB ini akan dapat diukur dengan baik adalah bagaimana implementasinya di sekolah, bukan sekedar ada aturannya atau tidak," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (7/2).

Mansur juga mempertanyakan implementasi SKB 3 Menteri tersebut saat, sekolah-sekolah sedang melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Sehingga pengawasan tidak mungkin dilakukan, walaupun Kemendikbud sudah menyediakan layanan pengaduan," imbuhnya.

Lebih jauh Mansur menilai rujukan aturan SKB 3 Menteri tidak jelas. Misalnya, sanksi untuk kepala sekolah atau guru, apakah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, atau Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 

“Harus ada kejelasan,” tegas Mansur.

Disisi lain, FSGI menemukan banyak misinformasi terkait kehadiran kehadiran SKB 3 menteri. Misalnya, banyak orang tua khawatir menyekolahkan anaknya di madrasah. 

Mereka khawatir jika madrasah seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madarsah Tsanawiah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) juga dikenakan aturan yang sama. Yaitu, akan diberikan kebebasan memilih untuk menggunakan jilbab atau tidak. 

Kemudian, muncul pula anggapan orang tua bahwa penggunaan jilbab dilarang sama sekali. Bahkan, ada orang tua yang beranggapan bahwa siswa diberi hak sebebas-bebasnya untuk menentukan bentuk dan jenis seragam sekolahnya.

“Pro kontra yang sangat tajam plus ketidakpercayaan terhadap pemerintah termasuk Mendikbud membuat misinformasi ini tersebar dengan masif. Pro kontra yang terjadi tidak bisa dipandang sebelah mata bahkan dikhawatirkan dapat menjadi amunisi tindakan intoleran lainnya”, ujar pegiat FSGI lainnya, Fahriza Marta Tanjung.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan