Rumah DP nol rupiah: Janji manis Anies yang kini ambyar
Baru kurang dari tiga tahun ditempati, unit-unit rumah dengan down payment (DP) atau uang muka nol rupiah di Rusunami Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta Timur, mulai terlihat rapuh. Setiap kali hujan turun, air kerap merembes masuk ke sejumlah unit hunian.
"Jumlahnya lumayan banyak. Mungkin setiap lantai itu ada unit yang bocor, terutama unit yang menghadap ke sebelah utara," kata koordinator penghuni lantai tujuh Klapa Village, Achmad Shauki, saat berbincang dengan Alinea.id di kawasan rusunami itu, Rabu (17/3).
Tak hanya rembesan air hujan, menurut Shauki, air limbah rumah tangga juga kerap "mampir" ke unit-unit rusunami. Dari lantai atas, air merembes ke unit-unit di bawahnya. Air bekas cucian baju penghuni di balkon lantai atas juga kerap menggenang di balkon lantai tiga.
"Jadi, kadang lantai tiga itu suka banjir bekas air cucian. Mungkin yang dulu ngerjain buang botol sembarangan atau karena pipa di lantai itu mengecil. Jadi, air mampet," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga pintu di Taman Impian Jaya Ancol itu.
Dibangun sejak Januari 2018, rusunami itu mulai ditempati penghuni pada Agustus 2019. Dari 780 unit yang tersedia, hanya baru separuhnya yang terisi. Sebagian besar penghuni masuk pada awal 2020, termasuk di antaranya Shauki.
"Setelah dihitung Bank DKI, gaji saya dan kebutuhan, ternyata saya dinilai belum mampu mencicil rumah DP nol rupiah. Prosesnya (negosiasi) lumayan lama. Saya daftar dari 2018 dan baru menempati rumah bulan Februari 2020," ucap Shauki.
Sebagaimana nama programnya, Shauki membenarkan tak ada DP yang harus dibayar saat akad. Shauki hanya diharuskan mengangsur Rp3,6 juta per bulan. "Harga unitnya Rp 346 juta. Kalau cash, Rp335 juta. Saya ambil angsuran yang 10 tahun," ujar pria berusia 46 tahun itu.
Meski tanpa DP, Shauki dan penghuni lainnya tak sepenuhnya puas dengan fasilitas yang ada Klapa Village. Soal parkir, misalnya. Menurut Shauki, lahan parkir yang disediakan pengelola tak sebanding dengan jumlah penghuni.
Shauki mengklaim mayoritas penghuni juga kecewa dengan tarif listrik dan air PAM yang di atas harga normal. "Kami beli pulsa listrik yang diharuskan beli sama pengelola. Itu ada biaya-biaya tambahan yang masih agak memberatkan kami," terang dia.
Pengalaman berbeda dialami Ilham Zazzali, penghuni Klapa Village lainnya. Baru masuk pada awal 2021, Ilham menuturkan, proses pendaftaran hingga akad jual-beli unit rusunami yang kini ia tempati tergolong kilat.
"Gaji saya memenuhi syarat. Jadi, saya langsung lulus verifikasi. Saya mulai mendaftar dari Oktober 2020 dan Desember (2020) sudah rampung dan langsung menempati unit pada awal tahun ini," ujar pria berusia 31 tahun itu kepada Alinea.id.
Pada 2020, Pemprov DKI menetapkan persyaratan baru bagi kepemilikan rumah DP nol rupiah. Jika sebelumnya hanya yang bergaji maksimal sebesar Rp7 juta yang lolos verifikasi, saat ini gaji maksimal calon penghuni sebesar Rp14,8 juta.
Ilham yang mengincar rumah DP nol rupiah sejak 2019 langsung mendaftar saat aturan baru itu berlaku. Kini, ia memegang kunci satu unit rumah bertipe 34 dengan angsuran sebesar Rp2,3 juta per bulan selama 18 tahun.
"Sebab harga rumah lapak di Jakarta sangat mahal sekali dan bila dibandingkan dengan harga yang sama, pasti dapat (rumah) yang kecil," kata Ilham menjelaskan alasannya memilih rumah DP nol rupiah.
Karena unitnya tergolong baru, Ilham tak mengalami kebocoran sebagaimana penghuni lainnya. Namun, ia membenarkan lahan parkir yang tergolong sempit di Klapa Village. "Kapasitas lahan parkir dengan kendaraan yang dimiliki itu tidak sesuai," kata dia.
Cerita lainnya disampaikan Maksi, 32 tahun, penghuni lantai 12 rusunami Klapa Village. Berbeda dari Shauki dan Ilham, Maksi yang mendaftarkan diri sebagai peminat pada 2018 tak terkena persyaratan batas penghasilan.
"Berdua sama istri cuma ngajuin tidak memiliki rumah dan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) ke Bank DKI. Jadi, bisa dapat. Kalau sekarang, mungkin agak susah," ujar dia kepada Alinea.id.
Otak-atik target dan persyaratan
Selain di Klapa Village, Pemprov DKI bersama sejumlah pengembang swasta juga membangun hunian DP nol rupiah di Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat dan Tower Sentraland, Cengkareng. Di tiga kawasan itu, total sudah ada sekitar 790 unit yang dibangun.
Angka itu tergolong memprihatinkan. Pasalnya, berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2017-2020, Pemprov DKI menargetkan pembangunan sebanyak 232.214 unit rusunami dengan DP nol rupiah dalam lima tahun atau sekitar 46.000 unit per tahun.
Awalnya, program yang diwacanakan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) pada masa kampanye Pilgub DKI 2017 itu diperuntukkan bagi warga DKI Jakarta yang berpenghasilan rendah atau maksimal Rp4 juta.
Dalam salah satu kampanyenya ketika itu, Anies bahkan sempat menjanjikan rumah DP nol rupiah itu bisa dengan mudah diperoleh kalangan jomlo di Ibu Kota. "Kan keren tuh. Jomlo punya rumah dulu, baru cari pacar. Datangi calon mertua, akhirnya nikah dengan punya rumah," ujar Anies.
Seiring waktu, batas persyaratan penghasilan terus diubah Anies. Tak hanya itu, target pembangunan pun disunat. Dalam draf perubahan RPJMD yang diajukan Anies ke DPRD, target pembangunan rumah DP nol rupiah hanya tinggal 10.460 unit atau turun sekitar 95% dari target awal.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI-Perjuangan Gilbert Simanjuntak mengatakan, Anies ingin menutupi borok kegagalan program rumah DP nol rupiah dengan memangkas target pembangunan dalam RPJMD terbaru.
"Biar seakan-akan dia bisa mengatakan sudah mencapai sekian persen. Padahal, jelas berbeda perbandingan antara 790 per 232 ribu dengan 790 per 10 ribu. Jadi, ini permainan kamuflase biar seakan-akan menimbulkan kesan yang positif," ucap Gilbert kepada Alinea.id, Jumat (19/3).
Menurut Gilbert, sejak awal program rumah DP nol rupiah tidak realistis karena tidak berbasis pada kajian yang komprehensif. Program itu, kata dia, digaungkan Anies hanya demi meraih simpati publik pada masa kampanye.
"Waktu itu, dia (Anies) bikin target Rp4 juta. Ya, mana ada bank yang mau kasih cicilan ke orang yang penghasilannya Rp4 juta. Artinya, itu enggak mungkin. Kemudian naik Rp7 juta, terus naik lagi Rp14,8 juta. Nah, ini menunjukkan memang program itu sudah enggak mungkin dikerjakan. Tetapi, ini dia jual untuk meraup suara," ujar Gilbert
Gilbert pun mempertanyakan patokan gaji Rp14,8 juta untuk calon pembeli yang ditetapkan Pemprov DKI. Dia mengatakan, angka itu tidak sesuai dengan semangat awal program DP nol rupiah yang ditargetkan menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
"Sayangnya, janji kampanye ini tidak bisa dipenuhi. Tetapi, celakanya lagi, seorang gubernur tidak bisa dipecat hanya karena tidak menunaikan janji kampanyenya. Tidak ada undang-undang yang menyebut demikian walaupun dia sudah jelas-jelas melanggar janjinya sendiri," cetus Gilbert.
Segendang sepenarian, anggota DPRD DKI Jakarta Justin Adrian Untayana berpendapat sejak awal program rumah DP nol rupiah ditakdirkan gagal. Pasalnya, program tersebut tidak disertai riset pasar dan perencanaan yang matang.
"Program ini mungkin semata-mata untuk sekadar meraih simpati saat kampanye. Kalau Anies niat kerja konkret, mestinya dia punya planning, persiapan, dan perhitungan yang konkret pula," ujar Justin kepada Alinea.id, Rabu (17/3).
Soal batasan gaji calon pembeli yang kembali naik, Justin menduga, kebijakan itu diambil Pemprov DKI untuk memperluas ceruk peminat proyek hunian tersebut. Menurut dia, rumah DP nol rupiah tidak laku di kalangan masyarakat bergaji rendah.
"Kenapa tidak laku? Karena memang dari awal Anies tidak pernah serius mengerjakan program ini. Mulai dari studi pasar, analisa kebutuhan, dan merumuskan solusinya," ujar politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Misi mustahil
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan program DP nol rupiah sejak awal memang sulit digulirkan untuk membantu membantu masyarakat berpenghasilan rendah. Pasalnya, program tersebut tidak sesuai batasan DP yang berlaku di sistem perbankan.
"Aturan Bank Indonesia kan (uang muka) minimal itu 1-2%. Artinya, secara hukum sudah salah. Sejak awal, program itu sudah gugur demi hukum atau bisa saya katakan satu sudah enggak masuk akal," kata Nirwono kepada Alinea.id, Jumat (20/3).
Pada 2017, Anies menargetkan MBR atau warga DKI yang berpenghasilan Rp3,5-4 juta sebagai target program tersebut. Nirwono mengatakan, kelompok masyarakat yang jadi sasaran awal program itu pun tak masuk akal.
"Masalahnya, orang dengan pendapatan demikian lebih tepat dengan rumah susun sederhana sewa. Untuk mencicil per bulan, misalnya, apakah sanggup dengan pendapatan Rp4 juta?" ujar Nirwono.
Karena hitung-hitungan yang tak logis itu, menurut Nirwono, wajar jika proyek andalan Anies itu dijauhi bank, pengembang, dan sepi peminat. Pengembang dan bank, kata Nirwono, khawatir program itu berhenti di tengah jalan dan tidak diteruskan gubernur setelah Anies.
"Program ini kan sampai 20 tahun, sementara kepemimpinan gubernur hanya 5 tahun. Siapa yang jamin setelah Anies berganti, program ini akan berlanjut. Bagi perbankan, ini risiko dan bagi masyarakat, mereka juga takut kalau program ini dihentikan kemudian dia disuruh cicil dengan harga pasar atau disuruh keluar," ucap Nirwono.
Lebih jauh, Nirwono mempertanyakan keputusan Anies yang menaikkan batas gaji hingga Rp14,8 juta sebagai syarat utama sebagai penerima program rumah DP nol rupiah. Dengan kebijakan itu, menurut dia, Anies sudah mengkhianati janji kampanyenya.
"Anies mestinya gentlemen mengakui ini karena sudah melebar dari janji semula. Pada saat ada syarat batas Rp7 juta atau Rp 14,8 juta, maka sebenarnya program itu sudah tidak lagi layak untuk MBR. Ini sudah bukan kelompok menengah, tapi cenderung menengah ke atas," ucapnya.
Jika berkaca pada kinerja 3 tahun yang buruk, Nirwono berpendapat, program hunian itu tak mungkin direalisasikan meskipun targetnya sudah disunat hingga tinggal sekitar 10 ribu unit. Ketimbang memaksakan misi mustahil itu, ia pun menyarankan agar Anies beralih ke proyek rusunawa.
"Kalau memang Pemprov DKI Jakarta tidak malu untuk mengakui bahwa program itu gagal, ya, teruskan saja program rusunawa yang sejak gubernur sebelumnya sudah dilakukan. Itu lebih tepat dan lebih bisa dikejar ke angka 10 ribu itu," kata dia.
Tak hanya lambat dibangun, proyek rumah DP nol rupiah juga kini diduga dikorupsi. Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan permainan dalam pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur pada 2019.