Rusmini sudah puluhan tahun hidup sebatang kara di rumahnya yang reyot. Dalam kondisi yang serba terbatas, nenek 71 tahun itu hingga kini belum mendapatkan bantuan di tengah pandemi Covid-19, untuk menyambung hidupnya.
Mata Rusmini menerawang. Tatapannya terlihat kosong. Entah apa yang dipikirkan perempuan kelahiran 1947 itu. Mulutnya, tidak banyak bicara. Dia seolah larut dalam lamunannya sendiri. Dia asik duduk di rumahnya, yang berada di Kampung Teras Tayib, RT 06/RW 03, Desa Kamaruton, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten.
Lantai rumahnya dari semen yang sudah berlubang di banyak titik. Layaknya ukiran abstrak. Bayangkan temboknya. Jangan berimajinasi mentereng dengan cat mengkilap. Genteng rumahnya, sudah banyak yang berlubang. Miris. Ketika hujan turun, maka bagian dalam rumahnya akan bocor dan kebanjiran. Ini lah, potres kecil masyarakat Kabupaten Serang, Banten.
Di saat, hantaman virus SARS-CoV-2 sangat berdampak pada Rusmini. Selain hidup miskin, dirinya juga tak memiliki keluarga inti. Tak punya anak dan telah ditinggal suami. "Suaminya itu meninggal sekitar empat tahun lalu," kata Saini, dengan muka melas.
Ironis memang. Tahun 2020 di Provinsi Banten, ada warga yang tidak menikmati aliran listrik. Ketika matahari terbenam, untuk menerangkan gubuknya, Rusmini telah membentangkan kabel panjang yang dicolokkan dari rumah warga sekitar. Memasak pun, masih menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu bekas.
"Listriknya dapat ikut ke ponakan, ikut juga eggak pernah bayar. Iya tuh, acak-acakan rumahnya juga," kata Nenek Rusmini yang hanya bisa berbicara bahasa Jawa Serang (Jaseng), saat ditemui di kediamannya, Selasa (12/5).
Lagi-lagi, potret warga Banten ini menyayat hati. Dalam usia senjanya. Sang nenek belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti program keluarga harapan (PKH), Jaminan sosial bakyat Banten bersatu (Jamsos Ratu), rumah tidak layak huni (RTLH) hingga jaring pengaman sosial (JPS) Covid-19. Sampai BPJS Kesehatan pun, tak dia milikinya.
"Enggak dapat bantuan, cuma dapet bantuan beras doang dari pak camat. Enggak pernah dikasih apa-apa. Saya minta tolong dibantuin, tapi enggak bisa katanya. KTP, KK juga ada," terangnya. Semstinya, Pemprov Banten atau Pemkab Serang bisa menjemput bola mengurusi administrasi kependudukan.
Untuk menyambung hidup. Nenek Rusmini, mencari sisa gabah atau butiran padi di sawah ketika musim panen datang. Terkadang, dia mencari ikan di kali dan sungai untuk dijual kembali. Jika tak laku, gabah dan ikan kecil itu diolah untuk makan sehari-hari.
Jika keberuntungan berpihak kepadanya. Ada warga yang peduli dengan Nenek Rusmi, membeli gabah dan ikan kecil yang dia cari. Makannya dikasih, kadang ada yang ngasih, kadang dari bekas padi di sawah, (gabah nyari diswah) paling dapat setengah ember. "Cari ikan kecil-kecil di kali atau sungai untuk dijual lagi. Ada aja yang beli kalau kasian mah," ujarnya.
Salah satu warga setempat yang berupaya membantu Nenek Rusmini, mengaku sudah berusaha agar sang nenek bisa mendapatkan bantuan dengan mengumpulkan KTP dan KK dalam pendataan bantuan. Nyatanya, hingga kini tak pernah datang bantuan itu ke rumah sang nenek, yang masaknya masih menggunakan kayu bakar.
"Iya enggak pernah dapat, paling sodaqoh itu dari warga. Bantuan dari pemerintah, mah, enggak pernah dapat. Bantuan Covid-19 enggak dapat," kata Marfua'ah, warga setempat.